Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun realisasi investasi di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif pada paruh pertama tahun 2024, biaya investasi tetap menjadi tantangan utama bagi para investor.
Menurut Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total realisasi investasi hingga semester I-2024 mencapai Rp 829,9 triliun, yang setara dengan 50,3% dari target investasi tahunan sebesar Rp 1.868,2 triliun.
Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 22,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, biaya investasi di Indonesia masih tergolong tinggi, seperti yang diukur oleh incremental capital output ratio (ICOR).
Baca Juga: Apindo: Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 6%-7% Jika Biaya Investasi Masih Tinggi
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa ICOR Indonesia saat ini berada pada level 6,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yang berkisar antara 4% hingga 5%.
Hal ini menunjukkan bahwa biaya investasi di Indonesia masih kurang efisien dibandingkan negara-negara tetangga.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyoroti bahwa tingginya ICOR dapat menghambat laju investasi domestik dan berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ia mencatat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6% hingga 7% per tahun, rasio investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) harus berada pada kisaran 41% hingga 47%. Saat ini, rasio investasi Indonesia baru mencapai 29,9% dari PDB.
Shinta Kamdani menekankan pentingnya peningkatan efisiensi untuk mengatasi masalah ini, mengingat tingginya biaya logistik di Indonesia yang mencapai 23,5% dari PDB. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (13%) dan Singapura (8%).
Baca Juga: Dibandingkan Negara Tetangga, PMI Manufaktur Indonesia Masih Ekspansif
Guna menanggulangi masalah ini, Shinta menyarankan pemerintah untuk melakukan reformasi dalam biaya keuangan, suku bunga, kepatuhan birokrasi, serta biaya energi dan listrik.
Deputi Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Theopita Tampubolon, mengakui tantangan ini dan mengungkapkan bahwa pemerintah sedang merevisi aturan perizinan berbasis risiko untuk mempercepat proses perizinan dan mempermudah pelaku usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News