Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah mengeluarkan draf Rancangan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Sektor Pertanian di portal resmi UU Cipta Kerja.
Salah satu hal yang dibahas adalah batasan luas maksimum dan minimum penggunaan lahan untuk usaha perkebunan. Ada beberapa komoditas yang dimuat dalam RPP tersebut. Salah satunya adalah karet dengan batas maksimum 23.000 ha.
Melihat ini, Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) berpendapat adanya pembatasan luas lahan ini bertujuan untuk pemerataan, sehingga satu perusahaan tidak akan mengolah lahan sesukanya.
"Saya rasa itu bagus, hal itu tidak begitu pengaruh kepada investor. 23.000 itu besar. Jadi oleh karena itu, saya rasa hanya maksudnya untuk pemerataan saja," ujar Azis kepada Kontan, Kamis (12/11).
Baca Juga: UU Cipta Kerja dan Percepatan Inovasi 5G
Azis mengatakan, aturan mengenai pembatasan luas lahan ini sudah ditetapkan di UU Perkebunan, tetapi menurutnya tidak dipaparkan dengan jelas berapa besaran luas maksimum yang ada.
Tak hanya soal batasan luas lahan usaha perkebunan, RPP Cipta Kerja sektor Pertanian terkait usaha perkebunan ini juga mengatur fasilitasi pembangunan kebun masyarakat, ada pula jenis pengolahan hasil perkebunan tertentu dan jangka waktu tertentu.
Azis mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan aturan yang ada. Meski demikian, dia meminta agar pengawasan dalam pengimplementasiannya terus ditetapkan.
"Jadi peraturan itu bagus kalau pengawasannya bagus. Peraturan itu tidak akan ada gunanya kalau tidak ada pengawasan. Bagaimanapun bunyi omnibus law ini kalau pengawasan tidak benar, dan pejabatnya berganti, sehingga tidak ada follow up satu kebijakan itu, itu jadi tidak konsisten," ujarnya.
Baca Juga: RPP Cipta Kerja sektor pertanian, ini batasan luas penggunaan lahan usaha perkebunan
Lebih lanjut, Azis mengatakan niat pemerintah untuk membuat UU Cipta Kerja ini sudah baik, tetapi hasil yang didapatkan belum sesuai dengan harapan. Dia berharap, aturan ini bisa dibahas lebih lama dan melibatkan seluruh sektor pertanian.
Adanya aturan ini pun menurut Azis belum tentu akan meningkatkan investasi di bidang pertanian. Dia berpendapat, untuk mendorong sektor pertanian, dibandingkan fokus pada Undang-Undang, lebih baik pemerintah lebih fokus pada kebijakan terkait lingkungan seperti pemanasan global.
Apalagi menurutnya pemanasan global menyebabkan berbagai perubahan pada sektor pertanian dan perkebunan.
Baca Juga: Pengusaha sambut positif kemudahan pembetukan perseroan pada usaha mikro kecil
Tak hanya itu, kebijakan pun harus difokuskan pada perubahan mental masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hingga terkait dengan pembiayaan (financing).
"[UU Cipta Kerja] Belum tentu [mendorong investasi], yang saya bilang, environment, produktivitas financing. Itu saja. Itu harusnya fokus pemerintah. UU itu kan bisa berubah kapan saja, tapi kalau alam tidak bisa," ujarnya.
Selanjutnya: Satu pintu, izin usaha di daerah kini berbasis risiko usaha
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News