Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peringkat daya saing Indonesia dalam laporan World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang dirilis IMD World Competitiveness Center (WCC) mengalami penurunan signifikan.
Indonesia turun 13 peringkat ke posisi 40 dari total 69 negara yang dievaluasi. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, terutama persoalan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran yang belum teratasi.
Penurunan tersebut menjadi kemunduran besar bagi Indonesia, mengingat dalam tiga tahun terakhir Indonesia ini menunjukkan tren kenaikan. Pada tahun 2022, Indonesia berada di posisi ke-44, kemudian naik ke peringkat 34 pada 2023, dan mencapai posisi ke-27 pada 2024.
Baca Juga: Duh, Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Turun 13 Peringkat
"Tahun ini daya saing Indonesia tertekan, salah satunya karena dampak perang tarif yang menyasar kawasan Asia Tenggara," ungkap Arturo Bris, Direktur WCC IMD, dalam keterangan yang dikutip pada Kamis (19/6).
Situasi serupa juga dialami beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Thailand tercatat turun lima peringkat dan Singapura turun satu peringkat. Namun, Malaysia berhasil melonjak 11 peringkat dan Filipina naik satu peringkat. Kenaikan ini didorong oleh kebijakan industri dan digitalisasi yang dinilai agresif dan efektif.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan melemahnya daya saing Indonesia antara lain infrastruktur yang belum memadai, keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas, kelembagaan yang lemah, serta tingginya angka pengangguran dan ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Kurangnya penciptaan lapangan kerja turut mempersulit masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup.
Laporan IMD menyarankan sejumlah langkah strategis untuk memperbaiki daya saing Indonesia.
Baca Juga: Rangking Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Merosot 13 Peringkat, Apa Biang Keroknya?
Pertama, diperlukan integrasi peta strategi yang mencakup seluruh rantai nilai, mulai dari sektor hulu hingga hilir, guna meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan industri berbasis nilai tambah.
Kedua, pengembangan tenaga kerja yang produktif menjadi kunci penting.
Ketiga, perlu ada upaya memperkuat kontribusi sektor keuangan terhadap perekonomian riil.
Keempat, Indonesia harus mematuhi tuntutan global terkait aspek lingkungan, sosial, etika bisnis, dan tata kelola.
Kelima, perlu peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pemanfaatan peran diaspora Indonesia dan penguatan investasi dalam penelitian serta pengembangan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyatakan bahwa lemahnya daya saing berdampak langsung pada terganggunya investasi.
"Pemerintah perlu segera memberikan kemudahan dalam perizinan, memangkas birokrasi, meningkatkan keterampilan SDM, serta memperkuat infrastruktur," ujar David.
Baca Juga: Penurunan Daya Saing Indonesia Bisa Ganggu Arus Investasi
Guru Besar Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menambahkan bahwa belanja pemerintah perlu dioptimalkan untuk mendorong permintaan domestik dan memperkuat kelas menengah.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, menegaskan pentingnya menjaga kondisi makroekonomi dan fiskal.
"Stabilitas makroekonomi dan fiskal juga harus tetap dijaga agar Indonesia tetap dipandang sebagai negara yang aman dan stabil bagi investor global," terang Banjaran.
Selanjutnya: Nikah Massal Kemenag Gratis Akad Nikah & Mas Kawin, Pendaftaran Ditutup Hari Ini 20/5
Menarik Dibaca: Cek IMEI iPhone Sekarang! Asli atau Palsu Bisa Ketahuan, Biar Enggak Kena Tipu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News