Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan defisit sebesar Rp 104,2 triliun atau setara dengan 0,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2025.
Meskipun demikian, keseimbangan primer masih mengalami surplus sebesar Rp 17,5 triliun atau 27,7% dari target defisit sebesar Rp 63,3 triliun.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai surplus keseimbangan primer pada awal tahun belum menjamin kondisi akan tetap terjaga hingga akhir tahun.
Baca Juga: Setoran Pajak 2024 di Bawah Target
Menurutnya, pemerintah telah menetapkan target defisit keseimbangan primer sebesar Rp 63,3 triliun, namun angka ini berpotensi melebar.
Media menjelaskan, pelebaran defisit didorong oleh pelemahan sektor manufaktur dan perdagangan, serta kebijakan pemerintah yang mempertahankan insentif pajak untuk industri ekstraktif. Selain itu, penurunan daya beli masyarakat turut menekan penerimaan negara.
“Defisit keseimbangan primer bisa melebar dua kali lipat, tergantung potensi shortfall pajak. Jika tekanan terhadap nilai tukar terus berlangsung, maka penerimaan negara akan ikut tertekan,” kata Media kepada Kontan, Kamis (1/5).
Ia menambahkan, apabila tren penurunan penerimaan pajak berlanjut, maka anggaran yang dihimpun tidak akan cukup untuk membiayai belanja primer, termasuk pembayaran bunga utang.
Baca Juga: APPI Khawatir Kebijakan Opsen Pajak Kendaraan Bakal Pengaruhi Industri Multifinance
Bahkan, strategi lindung nilai (hedging) dinilai belum cukup efektif melindungi seluruh pos pengeluaran dari risiko nilai tukar.
Media juga menyoroti potensi penurunan signifikan penerimaan dari sektor pajak batubara akibat melemahnya harga komoditas tersebut. Kondisi ini diperkirakan akan memperberat realisasi penerimaan pajak pada semester II-2025.
Sementara itu, kebutuhan belanja negara justru meningkat, salah satunya untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya telah dinaikkan dari Rp 71 triliun menjadi Rp 171 triliun.
Baca Juga: Aturan Pajak Minimum Global Terbit Akhir 2024, Pemerintah Siapkan Insentif Tambahan
“Defisit keseimbangan primer berpotensi melebihi target, kecuali terjadi lonjakan penerimaan yang luar biasa, seperti dari penghapusan belanja pajak yang tidak efektif, penerapan pajak digital, karbon, atau pajak kekayaan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Kuartal I-2025, Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Bukukan Kenaikan Laba dan Pendapatan
Menarik Dibaca: Ini Peluang dan Tantangan dari Indonesia yang Mendapat Pengenaan Tarif Resiprokal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News