kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Debitur LPEI Terindikasi Fraud, Ekonom: Bisa Mengarah pada Kredit Macet


Senin, 18 Maret 2024 / 20:49 WIB
Debitur LPEI Terindikasi Fraud, Ekonom: Bisa Mengarah pada Kredit Macet
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan keterangan pers terkait laporan Menkeu mengenai dugaan tindak pidana korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3/2024). Sri Mulyani melaporkan adanya indikasi dugaan korupsi atau fraud dalam pemberian fasilitas kredit LPEI dengan nilai total mencapai Rp2,505 triliun. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerima kunjungan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan membahas terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi/fraud dalam pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai adanya indikasi pemufakatan antara internal LPEI dengan debitur yang sengaja mengarah pada kredit macet. 

Jika dilihat dari berbagai sektor debitur yang terindikasi fraud adalah sektor unggulan ekspor seperti sawit, nikel, batubara dan logistik-pelayaran. Padahal periode pemeriksaan terjadi booming harga komoditas yang artinya tidak ada masalah soal kemampuan bayar debitur. 

Baca Juga: Empat Debitur LPEI Diduga Fraud, Jaksa Agung: Masih Bisa Bertambah

"Kalau ternyata menjurus ke kredit macet berarti ada fraud yang disengaja, terutama pada proses analis fasilitas pembiayaan, hingga pengawasan. Harus dicek juga uang hasil fraud mengalir ke mana saja, di sini perlunya PPATK dilibatkan juga," ujar Bhima kepada Kontan, Senin (18/3).

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan, kredit ini terdiri dari beberapa tahapan (Batch), dengan batch pertama yang terdiri dari 4 perusahaan terindikasi fraud dengan total sebesar Rp 2,504 triliun.

Perusahaan tersebut antara lain PT RII sebesar Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar.

“Terhadap perusahaan tersebut, akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) untuk ditindaklanjuti pada proses penyidikan,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers, Senin (18/3).

Baca Juga: Ini Empat Perusahaan Debitur LPEI yang Dilaporkan Sri Mulyani ke Kejagung

Burhanuddin menambahkan, akan ada batch kedua yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp 3 triliun dan Rp 85 miliar masih dalam proses pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) dalam rangka recovery asset.

Jaksa Agung mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan debitur Batch 2 agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan JAM DATUN, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan. Hal ini agar nantinya tidak berlanjut kepada proses pidana. 

Untuk diketahui, laporan kredit LPEI ini terdeteksi pada tahun 2019 dan sampai saat ini para debitur perusahaan tersebut statusnya belum ditentukan. Perusahaan-perusahaan debitur tersebut bergerak pada bidang kelapa sawit, batu bara, perkapalan dan nikel. 

Baca Juga: Sri Mulyani Laporkan Empat Debitur LPEI Terindikasi Fraud Rp 2,5 Triliun ke Kejagung

Sementara itu, Sri Mulyani menyampaikan, kunjungan kali ini merupakan bentuk sinergi Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum terkait dengan keuangan negara. Hal ini serupa dengan penanganan perkara dalam Satgas BLBI. 

Sri Mulyani mengatakan, LPEI akan terus melakukan penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah. Selain itu, LPEI juga akan terus bekerja sama dengan JAM DATUN, BPKP RI, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam satu Tim Terpadu.

“Negara tetap mendukung LPEI melaksanakan perannya meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik, zero tolerance terhadap segala bentuk pelanggaran hukum agar peran strategisnya berjalan optimal sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009,” jelas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×