Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan kenaikan tarif PPN KMS tidak akan terlalu berdampak terhadap masyarakat.
Mengingat, yang terkena dampak kenaikan tersebut adalah masyarakat kelas menengah ke atas yang akan membangun di atas luas lahan 200 meter persegi.
"Artinya, secara ekonomi, golongan tersebut cukup mampu. Apalagi KMS ini adalah kegiatan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain," kata Ariawan.
Baca Juga: Begini Strategi Blibli Genjot Daya Beli Konsumen Terhadap Properti Melalui E-Commerce
Kendati begitu, Ariawan tetap menyerukan agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN 12% pada tahun depan. Bukan karena implikasinya terhadap KMS, namun lebih dari dampak ekonomi yang akan terjadi.
"Kenaikan tarif PPN akan membuat upah nominal semakin turun. Di sisi lain, pendapatan riil juga turun, lalu terhambatnya kinerja ekspor serta impor," katanya.
Sementara data yang ada saat ini, dengan tarif PPN yang belum naik saja, pengusaha sudah kelimpungan. Belum lagi, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dimana-mana, pengangguran yang meningkat serta kemampuan daya beli masyarakat kian menurun.
Baca Juga: WIKA Bangun Rumah Sakit dan Jembatan Kaca, Total Nilai Kontraknya Rp 1,04 Triliun
Ariawan menyebut, selama paruh pertama 2024 saja, sudah ada 32.064 pekerja yang mengalami PHK atau melonjak 21,45% dari periode yang sama tahun lalu.
"Gejala-gejala ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan kenaikan PPN," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News