Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Peraturan Mendikbud Ristek atau Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi menuai pro dan kontra.
Di dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 mencantumkan sejumlah daftar kekerasan seksual.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/11/2021), Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini dinilai sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban, salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan.
Pegiat hak asasi manusia (HAM), Nisrina Nadhifah (27) berpandangan, belum ada peraturan yang memiliki aspek pencegahan dan penanganan yang berpihak pada korban.
Namun, menurut Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai beleid tersebut cacat secara formil karena prosesnya tidak melibatkan banyak pihak dan cacat materil karena berpotensi melegalkan zina yakni dalam Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa ”tanpa persetujuan korban”.
Baca Juga: Tuai pro dan kontra, ini isi Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021
Daftar kekerasan seksual di Permedikbud Ristek No. 30 Tahun 2021
Berikut adalah daftar kekerasan seksual dalam pasal 5 di Permedikbud Ristek No. 30 Tahun 2021:
- Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
- Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
- Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
- Menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
- Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
- Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
- Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
- Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
- Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
- Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
- Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
- Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
- Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
- Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
Baca Juga: Daftar bentuk-bentuk kekerasan seksual di lingkungan kampus
Persetujuan Korban seperti di atas dianggap tidak sah dalam hal Korban:
- Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
- Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
- Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
- Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
- Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
- Mengalami kondisi terguncang.
Sementara itu, untuk bisa mengakses isi lengkap Permendikbud Ristek No.5 Tahun 2021 bisa melalui link berikut ini.
Selanjutnya: 10 SMA terbaik di Bekasi berdasarkan hasil UTBK LTMPT 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News