kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

CORE sebut ada 4 tantangan dalam kebijakan belanja pemerintah tahun 2021, apa saja?


Senin, 23 November 2020 / 06:05 WIB
CORE sebut ada 4 tantangan dalam kebijakan belanja pemerintah tahun 2021, apa saja?


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. CORE Indonesia berharap belanja pemerintah dapat memainkan peran sentral dalam mendorong laju perekonomian pada tahun 2021.

Untuk itu, kebijakan fiskal masih didesain ekspansif. Dengan defisit anggaran yang ditetapkan sebesar 5,7% dari PDB dan komponen belanja pemerintah dalam PDB diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 3%-4%.

Belanja pemerintah yang paling menonjol adalah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih berlanjut pada tahun depan.

Adapun indikator Belanja Pegawai juga tumbuh sebesar 64% dengan mengakomodasi kebutuhan pemberian dana untuk gaji ke-13 dan THR yang tidak tersalurkan secara utuh pada tahun 2020.

“Selain itu, Belanja Barang juga naik 32% setelah sempat terpotong akibat realokasi anggaran pada tahun 2020,” sebagaimana dikutip dalam keterangan resmi, Minggu (22/11).

Baca Juga: Kemendag optimistis Indonesia menangi gugatan diskriminasi sawit di WTO

Meski beberapa indikator belanja menunjukkan peningkatan, CORE menilai masih ada sejumlah tantangan yang kemungkinan harus dihadapi dalam kebijakan belanja pemerintah pada tahun depan.

Pertama, lambatnya realisasi belanja, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditandai dengan penumpukan belanja pada periode akhir tahun anggaran.

Kedua, anggaran yang tidak terserap masih akan cukup tinggi sehingga akan mengurangi manfaat APBN bagi perekonomian, terutama belanja yang memiliki efek pengganda yang besar.

Ketiga, ketidaktepatan penyaluran anggaran, terutama penyaluran anggaran bantuan sosial dan subsidi, yang antara lain disebabkan oleh basis data yang belum sepenuhnya update.

Keempat, potensi rendahnya pendapatan pemerintah, terutama dari pos perpajakan, akan mendorong pemerintah mengerem belanja untuk mencegah pelebaran defisit.

“Belajar dari pengalaman krisis sebelumnya, seperti krisis keuangan global 2008, penerimaan perpajakan memerlukan waktu recovery yang relatif lebih lama dibandingkan dengan proses pemulihan ekonomi,” tandas CORE.

Apalagi, CORE melihat di tahun depan, pemerintah berencana untuk kembali memberikan insentif pajak sehingga shortfall penerimaan pajak akan kembali terjadi.

“Meskipun demikian, jika pemerintah kembali mendorong Bank Indonesia untuk terlibat dalam pembiayaan fiskal, sebagaimana tahun ini, maka tekanan atas ruang fiskal dan kesinambungan fiskal akan relatif rendah,” tutupnya.

Baca Juga: Pemerintah segera rampungkan RPP perizinan berusaha berbasis risiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×