Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Kedua klaster tersebut menawarkan kemudahan mulai dari izin lokasi, izin lingkungan, penerapan risk-based approach (RBA) pada sektor tertentu, hingga kemudahan mendapatkan lahan baik tanah maupun kawasan hutan.
Di sisi lain, Rendy juga menilai realisasi penyerapan belanja modal yang optimal juga bergantung pada kemampuan pemerintah mengumpulkan penerimaan negara, terutama penerimaan pajak di sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Pemerintah siapkan 18 paket regulasi untuk tingkatkan kemudahan berusaha
“Biar bagaimanapun, prospek belanja secara keseluruhan termasuk belanja modal di dalamnya sangat bergantung pada ketercapaian target-target penerimaan. Ini menjadi tantangan mengingat target penerimaan tahun ini juga terbilang tinggi,” tandas Rendy.
Adapun, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menyatakan optimistis terhadap realisasi belanja modal di tahun 2020. Dengan nominal yang meningkat, dan perencanaan belanja K/L yang lebih cepat, maka penyerapan pun lebih optimal.
Ia juga menyatakan kinerja penyerapan belanja modal tahun lalu terbilang positif yaitu Rp 180,9 triliun hingga akhir Desember (data sementara) dari pagu sebesar Rp 189,34 triliun di 2019.
Baca Juga: Omnibus law cipta lapangan kerja selangkah lebih mundur dari omnibus law perpajakan
Tahun depan, terdapat beberapa strategi pemerintah untuk mewujudkan kebijakan spending better dalam hal belanja modal. Di antaranya, refocusing belanja modal untuk peningkatan kapasitas produksi dan daya saing, energi, pangan, air, penguatan konektivitas, dan transportasi massal.
Pemerintah juga membatasi pengadaan kendaraan bermotor dan pembangunan gedung baru, serta mendorong agar K/L proaktif mengembangkan skema pembiayaan kreatif melalui pemberdayaan peran swasta, BUMN/BUMD, dan BLU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News