kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

CIPS: Tantangan memulai usaha di Indonesia lebih berat dari laporan EODB


Rabu, 12 Desember 2018 / 15:14 WIB
CIPS: Tantangan memulai usaha di Indonesia lebih berat dari laporan EODB
ILUSTRASI. Pemerintah meluncurkan situs kemudahan berbisnis


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk memberikan gambaran yang nyata mengenai proses registrasi usaha di Indonesia, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melakukan studi lapangan dan analisis terhadap para pelaku usaha.

Hasilnya, kesulitan yang dialami pelaku untuk memulai usaha (Starting a Business) masih lebih sulit daripada yang terekam dalam Indeks Kemudahan Usaha (EODB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia belum lama ini.

Berdasarkan laporan EODB 2018, peringkat terkini Indonesia dalam indikator Memulai Usaha adalah 144, tertinggal di belakang negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang masing-masing menempati peringkat ke-6, ke-36, dan ke-111.

Peringkat Indonesia dalam Indeks Memulai Usaha dihitung berdasarkan jumlah prosedur, jumlah hari, dan biaya yang dikeluarkan untuk mendaftarkan usaha secara resmi.

Melalui wawancara yang dilakukan di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Bandar Lampung, CIPS menemukan bahwa kurangnya informasi menjadi kendala tambahan dalam proses registrasi usaha, namun permasalahan ini tidak dibahas dalam laporan EODB.

Selain itu, ada perbedaan hasil dalam beberapa indikator memulai usaha antara penemuan Bank Dunia dan hasil wawancara CIPS dalam penelitiannya ini.

Pertama, Bank Dunia mencatat ada 10 prosedur yang wajib dilewati pelaku usaha untuk memulai bisnis di Indonesia. Namun, penelitian CIPS justru mencatat lebih banyak yaitu 12 prosedur.

Dua prosedur lainnya ialah prosedur untuk menemukan broker atau pihak ketiga, serta prosedur izin mendirikan bangunan.

Kedua, durasi standar yang dibutuhkan untuk mendaftarkan usaha dalam Laporan EODB 2018 tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kelengkapan pra-registrasi.

Artinya, terdapat perbedaan antara durasi waktu yang dijelaskan dalam Laporan EoDB yaitu 23 hari, dengan temuan lapangan dari penelitian CIPS yang berkisar 4 hingga 260 hari kerja atau sekitar 1 tahun.

Selanjutnya, kesulitan dalam proses registrasi menyebabkan adanya penggunaan jasa pihak ketiga, sehingga menimbulkan pemberian biaya informal untuk mempercepat dan mempermudah proses registrasi.

Laporan EODB menyatakan bahwa harga rata-rata untuk menyelesaikan registrasi bisnis adalah sekitar Rp 4.180.000. Namun, studi lapangan CIPS menemukan bahwa biaya registrasi usaha berkisar antara Rp 3 juta hingga Rp 12 juta.

Dalam laporannya, Selasa (11/12), Peneliti CIPS Imelda Freddy menjelaskan, CIPS mencatat proses registrasi usaha yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha di 14 perusahaan di tiga kota besar di Indonesia. Ketiga kota dipilih karena termasuk kota yang memiliki jumlah unit usaha tertinggi di provinsinya masing-masing.

Lebih lanjut, penelitian ini berfokus pada usaha mikro dan kecil, karena pada 2016, 98% usaha di Indonesia atau sekitar 26,2 juta dari total 26,7 juta unit usaha di Indonesia adalah UMK.

Adapun, penelitian tidak ditujukan untuk mewakili situasi registrasi usaha secara nasional. Namun, sebagai studi kasus yang dapat menggambarkan dinamika dan tantangan yang dihadapi dalam registrasi usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×