Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah menjajaki calon investor Indonesia Investment Authority (INA). Sebab, lembaga yang akan menjadi alternatif pembiayaan anggaran negara ini, diharapkan segera beroperasi di kuartal I-2021.
Namun demikian, China sebagai salah satu investor langganan belum memutuskan untuk menempatkan dananya di Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan beberapa investor yang sudah mengajukan komitmen ke INA antara lain United States International Development Finance Corporation (US DFC), Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Caisse de depot et placement du Wuebec (CDBQ)-Canda, dan perusahaan pengelolaan aset asal Belanda yakni APG-Netherland.
Baca Juga: China absen dalam daftar investor INA, ini kata Kemenko Perekonomian
Kata Airlangga, dana yang dihimpun dari empat investasi tersebut mencapai sekitar US$ 9,5 miliar atau setara Rp 133 triliun. Nilai komitmen itu, setara dengan 47,5% dari target investasi INA yang mencapai US$ 20 miliar.
Airlangga menambahkan, pemerintah telah menjalin komunikasi dengan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), tapi masih belum ada konfirmasi soal nominal yang bakal diinvestasikan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menilai China sebagai investor besar akan melihat return investasi yang ditawarkan oleh INA. Selain itu perihal termasuk independensi INA, tidak boleh banyak intervensi dari pemerintah.
“Namun, masih terlalu dini kalau bilang China enggan masuk INA. Kita lihat dulu saat sudah mulai berjalan melakukan kegiatan operasionalnya. Sehingga bisa membuktikan ke banyak negara dan bisa menarik investasi dari negara lainnya juga,” kata Rosa kepada Kontan.co.id, Rabu (10/2).
Oleh karenanya, Rosan mengatakan bila INA sudah resmi terbentuk, maka harus sesegera mungkin membuat roadmap proyek-proyek yang akan didanai. “Dari pemerintah harus dipublikasikan secara terbuka dan dilakukan secara proper oleh LPI,” ujar Rosan.
Di sisi lain, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan tidak ada tendensi apa pun terkait China yang belum masuk jajaran komitmen investasi INA.
Baca Juga: Respons pemerintah terkait absennya China dalam daftar investor SWF Indonesia
Toh, China masih masuk jajaran kontributor terbesar realisasi foreign direct investment (FDI) yang dilaporkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Adapun data BPKM menujukan sepanjang tahun lalu realisasi investasi China mencapai US$ 4,5 miliar. Angkat tersebut setara 16,7% dari total FDI secara keseluruhan yakni US$ 28,7 miliar. Pencapaian ini memosisikan China sebagai kontributor FDI terbanyak setelah Singapura.
“Kalau (investor) Sovereign Wealth Fund (SWF) atau INA kan hanya masalah waktu. Jadi tidak ada masalah,” kata Iskandar kepada Kontan.co.id, Rabu (10/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News