Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai Undang-Undang KPK yang baru melemahkan KPK akan berdampak pada menurunnya kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono mengatakan, indikasi pelemahan KPK terlihat, misalnya dalam hal penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan dewan pengawas yang dipilih oleh DPR, hingga penghapusan beberapa kewenangan strategis.
"Kami menilai revisi ini akan melemahkan KPK. Kalau KPK lemah, dampaknya investor asing tidak akan percaya menanamkan investasi di Indonesia. Mereka bisa saja khawatir terkait ekonomi berbiaya tinggi akibat adanya korupsi, misalnya dalam hal mengurus perizinan" kata Kahar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/9).
Baca Juga: Rata-rata di bawah umur, polisi amankan 17 perusak pos polisi pasca demo mahasiswa
Hal ini, lanjut dia, kontraproduktif dengan usaha pemerintah untuk menarik investasi. Lebih lanjut Ia mengatakan, jika KPK lemah, buruh juga rentan mendapatkan ketidakadilan.
Terutama ketika buruh berselisih di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Seperti yang pernah terjadi pada Hakim Imas dari PHI Bandung yang terlibat suap saat mengadili perkara buruh.
"Para hakim di Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan bisa saja terlibat kongkalikong dengan penguasa jika pengawasan dari KPK lemah," ujarnya.
Oleh karena, kata Kahar, kaum buruh juga menolak revisi UU KPK. Selain itu, buruh juga menolak terhadap rencana pemerintah yang ingin merevisi UU Ketenagakerjaan. Buruh menilai, revisi terhadap beleid ini akan menurunkan tingkat kesejahteraan buruh Indonesia.
Kahar bilang, untuk menyuarakan penolakannya, buruh akan melakukan aksi pada tanggal 2 Oktober 2019 serentak di 10 provinsi. Khusus di Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di DPR RI.
Baca Juga: Korban dari aksi demo UU KPK dan RKHHP: 232 orang luka-luka, tiga lainnya kritis
"Ada tiga tuntutan dalam aksi tersebut. Tolak revisi UU Ketenagakerjaan, tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan tagih janji revisi PP 78/2015," tegasnya.