kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buruh juga menolak UU KPK baru, ini alasannya


Rabu, 25 September 2019 / 10:29 WIB
Buruh juga menolak UU KPK baru, ini alasannya
ILUSTRASI. AKSI MAHASISWA TUNTUT PEMBATALAN RKHUP DI DEPAN DPR


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

6. Kaum Muda Tidak Bisa Menjadi Pimpinan KPK

Pasal 29 huruf e: Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;

Penjelasan: Tidak ada argumentasi logis yang membenarkan Pasal ini. Sebab dalam aturan sebelumnya Pimpinan KPK dapat berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun. Tentu ini akan berdampak akan hilangnya kesempatan kaum muda yang ingin mendaftar sebagai Pimpinan KPK;

7. KPK Dapat Menghentikan Penanganan Perkara

Pasal 40 ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun;

Penjelasan: Dengan adanya Pasal ini mengartikan bahwa KPK sewaktu-waktu dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Tentu poin ini akan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2003, 2006, dan 2010 yang secara tegas melarang KPK untuk mengeluarkan SP3.

Baca Juga: Tenang, Kontraksi di Bursa Akibat Aksi Demonstrasi Cuma Sementara premium

Ini semata-mata agar KPK lebih berhati-hati sebelum menentukan sebuah perkara masuk pada ranah penyidikan. Jika pun setelah masuk ranah penyidikan namun bukti yang ditemukan dinyatakan tidak cukup maka perintah putusan MK perkara itu tetap harus dilimpahkan ke persidangan dan terdakwa harus dituntut lepas atau bebas.

8. Perkara Besar Dengan Tingkat Kerumitan Tertentu Berpotensi Dihentikan

Pasal 40 ayat (1): Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun;

Penjelasan: Dengan adanya batasan waktu penyidikan ataupun penuntutan hanya 2 (dua) tahun maka akan menyulitkan KPK membongkar kasus-kasus besar yang tergolong rumit dibuktikan.

Contoh, perkara korupsi KTP-EL saja memakan waktu 2 tahun untuk memperoleh penghitungan kerugian negara. Lagi pun pada dasarnya setiap perkara memiliki kerumitan pengungkapan yang berbeda-beda, jadi tidak tepat jika harus dibatasi waktu tertentu.

Baca Juga: Bingung, Fahri Hamzah: KUHP ini KUHP demokrasi, kok ingin balik ke kolonial?

9. Menggerus Kewenangan Pimpinan KPK

Pasal 21 ayat (4) sebagaimana diatur dalam UU KPK sebelumnya dihapus. Isinya: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah penyidik dan penuntut umum;

Penjelasan: Penghilangan status penyidik dan penuntut pada Pimpinan KPK berakibat serius, karena Pimpinan KPK dapat dikatakan hanya menjalankan fungsi administrative saja, tidak bisa masuk lebih jauh dalam penindakan. Jadi, ke depan Pimpinan KPK tidak bisa memberikan izin penyadapan, penggeledahan, maupun tindakan pro justicia lainnya.

10. Pegawai KPK Akan Berstatus Sebagai Aparatur Sipil Negara

Pasal 1 angka 6, Pasal 24 ayat (2): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara

Penjelasan: Selama ini tidak seluruh pegawai KPK termasuk dalam Aparatur Sipil Negara. Sebab terdapat pegawai tetap KPK dan pegawai tidak tetap. Tentu atas kondisi seperti ini diperlukan penyesuaian kondisi yang cukup panjang.

Selain itu poin pentingnya adalah dalam konsep lembaga negara independen salah satu cirinya adalah kemandirian dalam sumber daya manusia. Tentu jika disamakan status kepegawaian akan menghilangkan status lembaga negara independen.




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×