Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog memprediksi, serapan beras hingga Mei 2021 akan mencapai 600.000 ton. Angka ini berasal dari realisasi serapan beras Bulog hingga 29 Maret yang sudah mencapai 200.000 ton serta serapan dari April hingga Mei yang ada dikisaran 400.000 ton.
Proyeksi serapan ini masih di bawah target pemerintah. Pasalnya, dalam paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Kerja Kemendag, Kamis (4/3), disebutkan bahwa target penyerapan beras oleh Bulog sebanyak 900.000 ton pada saat panen raya Maret hingga Mei 2021.
Menanggapi hal ini, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, hal itu tak terlalu mengagetkan. Menurut dia, penyerapan beras domestik memang cenderung turun sejak 2017.
"Penurunan itu seiring dengan outlet penyaluran yang pasti semakin menurun, dan bahkan tahun 2020 sudah tidak ada. Akhirnya, penyesuaian penyerapan disesuaikan dengan outlet yang mungkin. Sejak 2018, outlet Bulog terbesar adalah operasi pasar atau KPSH, yang sebenarnya tidak pasti," ujar Khudori kepada Kontan.co.id, Senin (29/3).
Dia menambahkan, penyaluran beras melalui operasi pasar ini pun menyalahi aturan mengingat operasi pasar dilakukan sepanjang tahun, termasuk saat harga stabil dan turun.
"Ini ngebom pasar namanya. Bisa merusak sinyal pasar," kata dia.
Melihat proyeksi serapan Bulog yang hanya mencapai 600.000 ton hingga Mei, Khudori pun menduga bahwa Bulog tidak akan merealisasikan target serapannya pada 2021 yang sebesar 1,4 juta ton.
Dia bilang, akan sangat berisiko bila Bulog menyerap gabah/beras dalam jumlah yang besar sementara outlet penyalurannya tidak pasti.
Baca Juga: Bulog minta bantuan Kemenkeu salurkan beras ke TNI, Polri dan PNS, ini alasannya
"Sepanjang beras lama yang ada di gudang Bulog saat ini belum ada solusi, manajemen Bulog akan maju mundur untuk melangkah menyerap dalam jumlah besar yang menambah risiko," terang Khudori.
Namun, hal ini akan berbeda bila terjadi perubahan kebijakan atau terjadi penurunan harga gabah yang masif, sehingga memaksa pemerintah untuk menugaskan Bulog untuk menyerap gabah/beras petani.
Sementara itu, Bulog pun akan meminta akan meminta dukungan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menyalurkan beras ke TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Bulog berpendapat, ini menjadi salah satu upaya meningkatkan pasar atau penyaluran Bulog serta bisa memberi kepastian penyerapan gabah petani.
Melihat ini, Khudori berpendapat bahwa langkah ini bisa sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan serapan Bulog, akan tetapi perlu pula dilihat seberapa besar jumlah beras yang akan disalurkan.
Dia mengatakan, seharusnya Bulog pun sudah memiliki perhitungan atas usul ini. Pasalnya, menyerap tanpa kepastian penyaluran akan sangat berisiko. Ini juga bisa dilihat dari sisa pengadaan 2018 dan 2019 ditambah sisa impor 2018 yang menumpuk.
Hal tersebut berpotensi merugikan negara triliunan rupiah. Karenanya, dia menilai harus ada solusi terhadap sisa pengadaan beras yang masih menumpuk tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan bahwa serapan beras hingga Mei ini disesuaikan dengan kebutuhan penyaluran.
"Artinya kalau diprediksi tadi 900.000, bisa lebih dari situ juga bisa. Hanya persoalannya ini khusus untuk CBP. Untuk CBP itu penyalurannya tidak ada, itu yang jadi permasalahan, sehingga kita harus menyerap sesuai dengan kebutuhan riil," katanya.
Dia menjelaskan, dari evaluasi selama 2 tahun terakhir, biasanya penyaluran beras Bulog sebesar 800.000 ton yang ditujukan untuk operasi pasar, program tanggap darurat dan untuk golongan anggaran. Bahkan, dia mengatakan penyaluran paling besar untuk operasi pasar sebesar 600.000 ton per tahun atau sekitar 50.000 ton per bulan.
Selanjutnya: Kemenkeu tengah berkoordinasi dengan Bulog soal anggaran beras
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News