kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bulog harus bersaing dengan kementerian lain untuk mendapatkan beras


Senin, 18 Mei 2020 / 13:39 WIB
Bulog harus bersaing dengan kementerian lain untuk mendapatkan beras
Pekerja beraktivitas di gudang beras Bulog, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/4/2020). ANTARA FOTO


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog saat ini tengah gencar mencari beras di daerah-daerah. Langkah ini sebagai upaya Bulog untuk menjaga pasokan beras.

Tahun ini Bulog menargetkan bisa menyerap beras 1,4 juta ton tahun ini. Sampai 16 Mei baru terserap 320.000 ton gabah setara beras. Nah, sampai akhir Juni nanti, Bulog menargetkan bisa menyerap hingga 650.000 ton beras, artinya Bulog harus mencari tambahan beras sebanyak 330.000 ton lagi.

Bulog sendiri sudah mempunyai kontrak dengan para mitra, baik mitra besar dan kelompok tani. Apalagi beberapa daerah sudah panen padi, seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa bagian Selatan. “Dengan langkah ini kita harap bisa menyerap beras hingga 650.000 ton per hari,” kata  Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh kepada Kontan.co.id, Minggu (17/5).

Baca Juga: Bulog sebar beras ke tujuh provinsi defisit

Namun untuk berjaga-jaga pasokan beras tidak sesuai harapan, Bulog juga punya satgas yang tetap turun ke lapangan untuk mencari gabah dan beras di daerah-daerah. “Ini untuk back up. Kalau mitra gagal, kami puny kontrak lain dari non mitra yang berasal dari satgas tersebut,” jelas Tri.

Baca Juga: Hingga pertengahan Mei, Bulog serap 320.000 ton gabah

Dengan strategi ini, Bulog Bulog optimistis bisa menyerap gabah dan beras seusai target. Keyakinan ini berkaca dari serapan beras Bulog perhari yang antara 10.000 ton – 15.000 ton per hari. Apalagi saat ini panen padi masih berlangsung hingga Juni nanti.

Meski begitu, Tri tak menampik adanya beberapa kendala yang dihadapi Bulog dalam menyerap gabas dan beras. Kendala pertama berkaitan dengan harga beras yang masih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Menurut Tri, meski produksi meningkat, tetapi permintaan juga tinggi dikarenakan banyak kementerian dan lembaga hingga organisasi masyarakat yang membutuhkan beras di saat pandemi Covid-19.

"Jadi banyak orang yang datang ke sawah, mereka juga membeli. Itu pesaing Bulog, tetapi tidak masalah, itu kan masyarakat juga," kata Tri.

Kendala lainnya adalah banyak juga petani yang menahan gabah untuk kebutuhannya sendiri dan banyak petani yang sudah menggadaikan padinya lewat sistem ijon. Meski begitu, Tri pun mengatakan Bulog masih berupaya terus menyerap beras tersebut.

Setelah melakukan penyerapan di Juni, Bulog pun akan menyerap sekitar 700.000 ton beras lagi  hingga akhir tahun. Menurut Tri, saat ini petani yang sudah panen di bulan April-Mei, sudah mulai melakukan tanam untuk musim panen kedua. Dengan begitu, pada akhir Agustus-Spetember akan ada panen kembali, walaupun produksinya lebih kecil dari panen yang pertama.

Adapun, hingga saat ini Perum Bulog masih memiliki stok beras sebanyak 1,4 juta ton. Menurut Tri, pihaknya terus menjaga stok beras sebanyak 1 juta ton hingga 1,5 juta ton.

Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas  menilai, akan sulit bagi Bulog untuk mencapai target pengadaan sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan khususnya di sentra produksi beras seperti di Jawa dan Lampung.

Namun, dia pun mengatakan bulog masih bisa mencapai target tersebut bila Bulog diberikan relaksasi yakni  kelonggaran atau fleksibilitas harga 10%, khususnya di sentra produksi gabah.

"Kalau bisa diberikan relaksasi 10%  untuk bisa menyerap di sentra produksi," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Minggu (17/5).

Menurut Dwi, berdasarkan hasil kajian Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI),  harga beras di tingkat usaha tani sudah mencapai Rp 9.300 per kg, sementara HPP beras sebesar Rp 8.300 per kg, lalu harga gabah di tingkat usaha petani sekitar Rp 4.400 per kg, sementara HPP gabah sebesar Rp 4.200 per kg.

Bila Bulog tidak diberikan relaksasi, Dwi berpendapat upaya yang bisa dilakukan adalah mencari gabah atau beras di wilayah lain yang bukan sentra produksi beras.

"Kalau tidak diberikan relaksasi, sulit [menyerap], kecuali bisa mendapatkan beras di lokasi remote, yang jauh, Itu masih ada kemungkinan," kata Dwi.

Dwi pun membenarkan, bahwa saat ini memang ada petani yang menyimpan gabah/beras. Menurut dia, terdapat petani yang menahan berasnya untuk menunggu harga beras kembeli meningkat.

"Hampir 50% gabah/beras itu di tangan petani saat ini. Sebagian ditahan, menunggu harganya membaik. Sekarang belum membaik, sekarang ini harga turun terus, Rp 9.300 itu harga terendah," kata Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×