Reporter: Ratih Waseso | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus berupaya memangkas defisit anggaran.
Yang terbaru, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengklaim tahun 2019 lalu, berhasil melakukan efisiensi biaya klaim sebesar Rp 10,5 triliun pada fasilitas kesehatan (faskes) rujukan tingkat lanjutan. Efisiensi ini adalah hasil dari penerapan Fraud Detection System yang dilakukan oleh manajemen BPJS Kesehatan.
Sistem ini memiliki empat lapis pemeriksaan, yang disebut Fachmi menjadi kunci efisiensi. Pertama, verifikasi pra klaim, yakni semua berkas klaim yang masuk ke kantor cabang akan melalui pemeriksaan ketat. Langkah ini jaga efisiensi atau mengembalikan dana Rp 8,8 triliun.
Lapis kedua, meski berkas dinyatakan bersih, namun akan kembali dilakukan verifikasi dengan sistem pengkodean. "Aturannya ada filterisasi. Yang tidak sesuai dengan sistem kodenya langsung mental. Ini menghemat Rp 1,29 triliun," kata Fachmi pekan lalu.
Ketiga, efisiensi dari hasil pascaverifikasi. Dari tahap itu, diperoleh Rp 422 miliar dana klaim yang tidak sesuai kriteria. Total efisiensi biaya pada tahun lalu sebesar Rp 10,5 triliun.
Pada lapis keempat ialah audit dan pengawasan di internal dan kemudian ada audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk evaluasi potensi kecurangan. Dia mengklaim, evaluasi BPKP menyatakan kecurangan kurang dari 1% dari total anggaran.
Butuh penjelasan
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, harus ada informasi detil soal efisiensi tersebut.
Dia mempertanyakan klaim BPJS Kesehatan soal penghematan. Pasalnya, dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2019, proyeksi klaim sekitar Rp 102 triliun, tapi realisasinya malah menembus Rp 108 triliun "Jadi harus jelas ini menyelamatkan dari potensi fraud apa?" tanya Timboel ke KONTAN, Minggu (21/6).
Menurut dia, efisiensi pada klaim yang diajukan faskes sulit sampai pada angka yang diklaim BPJS Kesehatan. Apalagi, menurut perkiraan Timboel, kecurangan tidak hanya dilakukan faskes, tapi juga pemerintah daerah, perusahaan atau badan usaha, serta peserta mandiri. Alhasil, pengawasan dengan Fraud Detection System harus dilakukan secara menyeluruh. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News