Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang Hamas-Israel, menimbulkan kekhawatiran dan memperluas ketidakpastian di Timur Tengah.
Peneliti Ekonomi Senior Chatib Basri mengungkapkan, bila ini terjadi, maka ada kemungkinan harga minyak kembali meroket.
“Bila perang ini meluas, tidak menutup kemungkinan harga minyak naik. Suplai terganggu, maka harga minyak akan naik,” tutur Chatib dalam acara BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (22/11).
Baca Juga: Surplus APBN Berlangsung Lebih Lama, Ekonom Beberkan Penyebabnya
Apa yang terjadi di global, tentu akan memberi dampak pada pergerakan harga energi di dalam negeri. Dan tentu saja, memerlukan langkah cepat dari pemerintah.
Chatib mengutip hasil kajian yang dilakukan Tim Ekonomi Bank Mandiri. Dari hasil kajian tersebut, bila harga minyak mendidih hingga US$ 146 per barel, maka pemerintah mau tak mau harus menambah subsidi.
Bila pemerintah tidak memberikan tambahan subsidi dan membebankan kenaikan harga tersebut pada masyarakat, maka inflasi akan naik menjadi sekitar 4,5% YoY.
Baca Juga: Penyaluran KUR Melempem, Laju Kredit Mikro Non Subsidi Justru Ekspansif
Nah, untuk memberikan subsidi, Chatib melihat masih ada ruang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023.
“Menimbang, entah ini sebuah keuntungan atau tidak, tetapi hingga September 2023, APBN masih surplus. Sehingga, pemerintah memiliki ruang untuk menyerap beban dari subsidi ke dalam fiskal,” tambahnya.
Bila pemerintah kembali merogoh kocek untuk menambah subsidi, maka Chatib yakin inflasi tak akan meningkat signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News