Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Puncak Big Data berkekuatan hukum dicapai ketika RUU KUP 2005 disahkan menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di mana antara lain memuat "Pasal Big Data ", yakni pasal 35A.
Perjalanan mewujudkan big data ternyata disebutnya tidak selalu mulus, walaupun telah terakomodasi dalam Pasal 35A, hakikat big data sebagaimana konsep yang digagas Hadi Poernomo belum terwujud sampai saat ini. Keberanian dan political will dari pemerintah untuk melaksanakan Pasal 35A dinilai akan berpengaruh besar bagi perwujudan hakikat big data yang sebenarnya.
Baca Juga: Sebanyak 512 kendaraan mewah tunggak pajak Rp 18,5 miliar di Jakarta Pusat
Di sisi lain, dunia internasional pun makin memperhatikan konsep transparansi yang membuat pemerintah berkomitmen untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) sehingga terbitlah Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017 tanggal 23 Agustus 2017 alias UU AEoI).
Big data kata dia akan menciptakan keterhubungan seluruh data sehingga monitoring perpajakan dapat dilakukan secara utuh dan kecepatan pengolahan data menjadi meningkat sehingga pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi karena kondisi “terpaksa jujur” otomatis terwujud secara sistem.
Ia menilai Direktorat Jendral Pajak diberikan tugas mengumpulkan pendapatan untuk APBN dalam ribuan triliun berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku tanpa dibekali senjata berupa big data. "Sehingga pegawai pajak adalah pahlawan tanpa senjata," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News