Reporter: Herlina KD, Asep Munazat Zatnika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Meski neraca perdagangan pada Mei 2014 diperkirakan bakal membaik ketimbang bulan sebelumnya, sepertinya, pemerintah masih perlu bekerja keras untuk mempertahankan kinerja neraca perdagangan. Pasalnya, pada bulan Mei 2014 neraca perdagangan hanya akan surplus tipis.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menuturkan, BI memperkirakan, pada Mei 2014, neraca perdagangan akan kembali mencatatkan surplus meski tidak terlalu besar. "Surplus neraca perdagangan Mei 2014 menurut perkiraan BI mungkin sekitar US$ 15 juta - US$ 30 juta," katanya akhir pekan lalu.
Surplus neraca perdagangan yang tipis ini dipicu oleh masih tingginya laju impor, terutama impor migas. Di sisi lain, kinerja ekspor non migas belum meningkat signifikan. Sehingga, kata Mirza ke depan tantangan Indonesia adalah bagaimana memperbaiki fundamental ekonomi dengan mengurangi impor dan mendongkrak ekspor.
Menteri Keuangan Chatib Basri juga bilang, surplus neraca perdagangan pada Mei 2014 hanya sekitar US$ 50 juta. Menurutnya, ada sedikit kenaikan ekspor di Mei 2014 yang ditopang oleh kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Lantaran surplus neraca perdagangan pada Mei 2014 diperkirakan hanya tipis, Gubernur BI Agus Martowardojo mengingatkan masih ada ancaman defisit kembali berulang di bulan-bulan berikutnya. Sebab, "Surplus itu belum tentu akan terus berlanjut," jelasnya, pekan lalu.
Catatan saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, (BPS), pada April 2014, Indonesia mencatatkan ekspor sebesar US$ 14,29 miliar dan impor sebesar US$ 16,26 miliar. Alhasil, pada April 2014, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,96 miliar.
Kepala Ekonom BII Juniman mengakui adanya potensi surplus neraca perdagangan pada Mei 2014. Dalam hitungannya, surplus neraca perdagangan pada Mei sekitar
US$ 200 juta - US$ 300 juta.
Tapi, Juniman mengakui peluang defisit neraca perdagangan setelah Mei 2014 masih terbuka. Alasannya, pada Juni dan Juli diperkirakan akan ada kenaikan impor minyak mentah dan impor barang konsumsi sebagai antisipasi kenaikan permintaan menjelang lebaran. Nah, "Ini bisa membuat neraca perdagangan kembali defisit," katanya baru-baru ini.
Bila kinerja ekspor mampu diperbaiki di paruh kedua tahun ini, Juniman masih optimistis defisit neraca perdagangan akan terus menurun. Sehingga, sampai akhir tahun ini ia memperkirakan masih ada potensi surplus neraca perdagangan sekitar US$ 1 miliar - US$ 2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News