kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 6,25% pada Juni 2024, Ini Kata Ekonom


Kamis, 20 Juni 2024 / 18:38 WIB
BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 6,25% pada Juni 2024, Ini Kata Ekonom
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/6/2024). RDG BI pada 20-21 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI rate 6,25%, Suku bunga Deposit Facility naik ke posisi 5,50% dan suku bunga Lending Facility sebesar 7%. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/06/2024


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI rate di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 19-20 Juni 2024.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalia Situmorang menilai, keputusan BI menahan BI Rate karena bank sentral perlu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga. Di samping itu, ia juga menilai kondisi suku bunga saat ini tertinggi sejak Juli 2016.

“Di samping itu, inflasi AS dan global juga sudah melandai, ditambah beberapa bank sentral utama sudah cut rate, seperti Asosiasi Bank Koperasi Eropa (EACB) dan Bank of Canada, jadi mendorong optimisme ada ruang The Fed untuk cut rate juga di akhir 2024 ini,” tutur Ana sapaan akrabnya kepada Kontan, Kamis (20/6).

Baca Juga: BI Rilis Kebijakan Makroprudensial Soal Pendanaan Luar Negeri Bank

Dengan faktor global tersebut, Ana meyakini kondisi nilai tukar rupiah pada akhir tahun akan cenderung menguat. Ia memperkirakan, rupiah akan bergerak di level Rp 15.800 hingga Rp 16.400 hingga akhir tahun 2024.

Meski begitu, ia tak memungkiri saat ini kondisi nilai tukar rupiah sedang dalam tren yang melemah dipengaruhi faktor global dan domestik. 

Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut juga dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Funds Rate (FFR).

“Pun dipengaruhi penguatan mata uang dollar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik. Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan,” ungkapnya.

Baca Juga: Bank Indonesia Tahan BI Rate di Level 6,25% pada Juni 2024

Dihubungi secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, bahwa BI mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 6,25%, kemungkinan dengan mempertimbangkan bahwa suku bunga kebijakan saat ini masih konsisten menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Dalam beberapa minggu terakhir ini, penguatan dolar AS terhadap mata uang utama pada akhirnya juga berdampak pada pelemahan mata uang Asia termasuk rupiah,” kata Josua.

Menurutnya, dari sisi global pelemahan nilai tukar rupiah saat ini yang masih berkisar Rp 16.400 per dolar AS dipengaruhi oleh faktor sentimen global terutama pelemahan mata uang utama termasuk Euro, Yen dan Sterling.

Penguatan dolar AS didorong oleh kenaikan permintaan aset safe-haven di tengah gejolak yang sedang berlangsung di Eropa menjelang pemilihan parlemen Prancis di akhir bulan.

“Selain dari faktor global, pelemahan rupiah juga dipengaruhi pemberitaan dari salah satu kantor berita asing terkait kenaikan rasio utang pemerintah berikutnya meskipun belum dapat bisa dikonfirmasi sumbernya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, solusi dalam jangka pendek dari depresiasi rupiah adalah dengan BI terus melakukan intervensi di pasar valas.

Baca Juga: BI Diperkirakan akan Menahan BI Rate di Level 6,25% Pada RDG Juni Ini

Sementara dalam jangka menengah, BI perlu menggalakkan lagi kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) dan terus melakukan pendalaman pasar keuangan Indonesia.

Terakhir, untuk jangka panjang, diversifikasi ekspor perlu dilakukan agar tidak dominan pada komoditas yang harganya cenderung berfluktuasi. 

Tujuan diversifikasi ekspor agar tidak terlalu bergantung pada pasar beberapa negara saja, serta agar kebutuhan input impor menurun.

Baca Juga: IHSG Masih di Kisaran 6.700, Intip Prediksi dan Rekomendasi Saham Hari Ini (20/6)

“Hal ini meningkatkan peran industri pariwisata sebagai sumber penerimaan valas, dan terus meningkatkan FDI akan ketergantungan pada ‘hot money’ atau investasi portofolio asing menurun,” pungkasnya.

Ia memperkirakan, nilai tukar rupiah pada akhir tahun ini berada direntang Rp 15.900-Rp 16.200 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Sales Mastery [Mau Omzet Anda Naik? Ikuti Ini!] Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×