kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ekonom Imbau BI Tahan Suku Bunga Acuan 6%


Rabu, 24 April 2024 / 11:57 WIB
Ekonom Imbau BI Tahan Suku Bunga Acuan 6%
ILUSTRASI. Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI mengimbau Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan pada level 6% dalam pertemuan Dewan Gubernur BI pada April 2024.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal dalam dua minggu terakhir, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan sentimen ‘high-for-longer’ dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.

Menurutnya, menaikkan suku bunga kebijakan mungkin akan merugikan sektor riil dan BI masih memiliki beberapa opsi kebijakan lain yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut didukung oleh jumlah cadangan devisa yang besar.

"Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa BI perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 6% untuk saat ini," tulis Teuku dalam keterangannya, dikutip Rabu (24/4).

Baca Juga: Rupiah Menguat 3 Hari Hingga Rabu (24/4) Pagi, BI Diramal Tahan Bunga Lebih Lama

Riefky menjelaskan bahwa inflasi umum pada Maret 2024 mengalami peningkatan dengan kontributor utama dari kenaikan harga pangan, dipengaruhi oleh tertundanya musim panen yang bergeser ke akhir Maret 2024 hingga April 2024. Dalam sebulan terakhir, kenaikan harga pangan semakin diperburuk oleh meningkatnya permintaan pangan. 

Meski angka inflasi terakhir ini merupakan yang tertinggi dalam tujuh bulan terakhir, angka tersebut masih berada dalam kisaran target BI sebesar 2,5% hingga 3,5%. 

Ia juga menerangkan bahwa rupiah tengah menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal dalam dua minggu terakhir, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan sentimen high-for-longer dari the Fed. 

Dalam catatannya, ada arus modal keluar dari Indonesia sejak akhir Maret hingga awal April, dipicu oleh sentimen bahwa AS berpotensi menahan suku bunga acuannya lebih lama dan mendorong investor mengalihkan portofolionya sebelum periode penutupan pasar keuangan selama periode libur panjang Idul Fitri. 

Ketika pasar modal Indonesia kembali dibuka pada 16 April, rupiah sudah berada di atas Rp 16.000 per dolar AS dan langsung mengalami arus modal keluar. 

Baca Juga: Saham Perbankan Masih Jadi Jagoan Analis di Tengah Penurunan IHSG

Selama minggu pertama pasca libur Lebaran, arus modal keluar mencapai US$ 0,49 miliar. Lalu, akumulasi modal keluar pada periode 18 Maret hingga 18 April mencapai US$2,11 miliar dan tercatat sebagai arus modal keluar bulanan terbesar sejak September lalu.

Kondisi ini juga berimbas pada imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia tenor 10 tahun yang meningkat ke level 7,03% dari 6,67% sebulan sebelumnya, mencapai titik tertingginya dalam 5 bulan terakhir

Riefky berpendapat, intervensi yang dilakukan BI dalam seminggu terakhir mampu menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, karena besarnya tekanan eksternal, berbagai intervensi BI hanya mampu menstabilkan rupiah di kisaran Rp 16.200 per dolar AS.  Rupiah pun tercatat mengalami depresiasi sekitar 2,98% month-to-month atau 5,5% year-to-date terhadap dolar AS. 

Ia mengungkapkan BI juga memiliki beberapa alternatif kebijakan yang dapat dioptimalisasi dengan dukungan cadangan devisa yang memadai.

Di sisi lain, menaikkan suku bunga akan meningkatkan biaya pinjaman dan berdampak negatif terhadap sektor riil. Sehingga, peningkatan BI Rate dapat dipertimbangkan sebagai opsi terakhir menimbang potensi risiko domestik yang akan muncul. 

“Menimbang berbagai hal tersebut, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% saat ini,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×