Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2%-2,25%. Kenaikan suku bunga ini juga sempat diprediksi oleh pelaku pasar.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, Bank Indonesia (BI) harus over reactive terkait dengan kenaikan ini. Faisal mengimbau agar BI turut menaikkan suku bunga acuannya guna menstabilkan rupiah.
"Perkiraan saya mungkin BI juga akan menaikkan lagi tingkat suku bunganya kalau melihat dari bagaimana perjuangan untuk stabilisasi rupiah karena tekanan rupiah masih akan ada. Itu yang di khawatirkan. Kenaikannya 25 bps tidak sampai 50 bps," kata Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/9).
Dengan demikian suku bunga atau BI 7-DRR sebelumnya 5,5%, maka dengan kenaikan itu, BI7DRRR menjadi 5,75%. Namun Faisal mempertegas bahwa kenaikan tersebut jangan terlalu tinggi. Ini karena akan berpengaruh pada anjloknya nilai saham dan nilai surat utang negara (SUN).
"Namun kenaikan suku bunga jangan terlalu cepat dalam waktu yang singkat. Karena ini mau tidak mau kalau suku bunga meningkat dampaknya kepada saham dan SUN menjadi lebih lemah dan nilainya juga menurun," ungkapnya.
Namun Faisal mengingatkan, kenaikan suku bunga berpotensi mendorong capital outflow SUN. Untuk meminimalisir outflow SUN, pemerintah harus meningkatkan imbal hasil Sun.
Oleh karena itu, BI jangan terlalu besar meningkatkan BI 7 DRRR. Pasalnya, kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi akan mengakibatkan peningkatan beban pembayaran utang APBN.
"Kenaikan suku bunga BI akan mendorong pelemahan SUN sehingga lebih condong mendorong capital outflow, kecuali kalau kemudian yield SUN bisa naik lagi, padahal kenaikan yield SUN udah tinggi sekarang di margin market. Kalau terlalu tinggi ini akan membebani pembayaran di APBN," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News