Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasca memanasnya konflik Iran dan Israel, kondisi nilai tukar rupiah semakin ugal-ugalan. Rabu (17/4), nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 0,28% ke level Rp 16.220 per dolar AS.
Meski begitu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, menghadapi kondisi tersebut Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) April pekan depan, masih berpeluang mempertahankan BI-Rate pada level 6%.
Alasannya, meskipun konflik di Timur Tengah mendorong pelemahan nilai tukar rupiah, tetapi data-data indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) saat ini masih solid sehingga ruang pemotongan suku bunga global akan bergeser pada September 2024.
Baca Juga: Tetap Waspada, Kemenkeu Harap Bisa Minimalisir Dampak Eskalasi Konflik Iran-Israel
Di samping itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga disebabkan faktor musiman, yang mana pembayaran ieviden dan kupon ke non residen serta pembayaran pokok Utang Luar Negeri (ULN) akan meningkat dan memuncak setiap kuartal II setiap tahun.
“Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, sebenarnya BI masih mempunyai amunisi yang cukup banyak dan kuat. Ini ditopang oleh cadev yang masih terbilang relatif tinggi sehingga BI masih bisa akan masuk dan melakukan intervensi ke pasar valas,” tutur Josua kepada Kontan, Kamis (18/4).
Meski demikian, Josua menyebut ketidakpastian di pasar keuangan global saat ini masih sangat tinggi dan dapat dengan cepat berubah drastis.
Sehingga kondisi geopolitik dan antisipasi rilis beberapa data di AS menjadi sangat penting sampai dengan RDG yang direncanakan pada 23 atau 24 April 2024 mendatang.
Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Waspadai 5 Dampak Buruk Bagi Ekonomi RI Berikut Ini
Ia memperkirakan, jika kondisi global tidak mendukung, dan permintaan safe haven terus meningkat sehingga terjadi risk off yang berujung pada pelemahan rupiah terus menerus meski BI sudah melakukan intervensi, maka ada peluang BI untuk melakukan kenaikan BI-rate.
“Kami melihat menaikkan BI-rate merupakan opsi terakhir BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah,” tambahnya.
Untuk diketahui, saat ini kondisi nilai tukar rupiah sudah melemah sekitar 5% year to date (ytd).
Terakhir kali BI menaikan BI-Rate yakni pada Oktober 2023 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6% pada Oktober 2023. Saat itu rupiah secara tren terus melemah sampai dengan 7,65%.
Baca Juga: Industri Alat Berat Terdampak Pelemahan Rupiah
Senada, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga menganalisa BI belum mendesak untuk menaikkan BI-Rate pada Maret pekan depan.
Menurutnya, saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih membutuhkan suku bunga yang suportif untuk mendukung aktivitas di sektor riil.
Di samping itu, realita pemulihan ekonomi Indonesia saat ini mayoritas berbasis aktivitas domestik. “Serta tekanan nilai tukar rupiah saat ini sudah melewati puncaknya atau faktor kepanikan konflik Iran-Israel sudah reda,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News