kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bersiaplah, pengusaha bakal diwajibkan membayar biaya jasa pengelolaan air


Selasa, 23 Juli 2019 / 20:19 WIB
Bersiaplah, pengusaha bakal diwajibkan membayar biaya jasa pengelolaan air


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) hingga saat ini masih dalam pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Salah satu poin atau pasal yang menjadi perhatian dalam RUU SDA yakni mengenai kewajiban pengusaha untuk menyisihkan paling sedikit 10 persen dari laba usaha untuk konservasi sumber daya air.

Baca Juga: Masih belum ada titik temu, RUU SDA tetap ditargetkan selesai awal 2019

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hari Suprayogi mengatakan, draf pasal itu telah diubah menjadi draf usulan pasal dari pemerintah.

Yaitu memenuhi kewajiban biaya konservasi sumber daya air yang merupakan komponen dalam Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) dan kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Itu kan harus bayar BJPSDA, Biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk tujuan konservasi, untuk sustanaibility supaya berumur panjang kalo orang investasi disitu supaya ya bisa mendapatkan manfaat dari itu terus kan gitu," kata Hari usai rapat kerja terkait RUU SDA di DPR, Selasa (23/7).

Baca Juga: Tunggu pembahasan, pasal biaya konservasi belum dicoret dari RUU SDA

Senada, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lazarus mengatakan, pengusaha diwajibkan membayar BJPSDA. Penggunaan draf usulan dari pemerintah agar pengusaha tetap menyisihkan keuntungannya untuk BJPSDA baik usahanya memiliki untung atau tidak.

Ia mengatakan, yang masih menjadi perdebatan antara pemerintah dengan DPR adalah pasal 51 yang mengatur tentang sistem penyediaan air minum (SPAM).

Menurut dia, berkaca pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang pernah digugat, memutuskan bahwa SPAM adalah tanggung jawab negara dan tidak boleh dikerjasamakan dengan pihak swasta.

Baca Juga: Temui DPD RI, Apindo bahas RUU Sumber Daya Air

Lebih lanjut, Ia bilang pengusaha tidak perlu khawatir tidak bisa melakukan usaha pada sektor air. Sebab, yang tidak boleh dimasuki oleh pengusaha adalah SPAM untuk kebutuhan pokok masyarakat.Pengusaha boleh memasuki dunia usaha sektor air, seperti pembangkit listrik tanaga air dan/atau penyediaan air minum dalam kemasan.

"Hanya kan ada dua hal di sini , pertama soal SPAM yang diurus oleh negara, ada lagi soal badan usaha yang menggunakan air juga untuk investasi contoh pembangkit listrik tenaga air, misalnya kan SPAM juga. Contoh, air minum dlm kemasan (AMDK) misal Aqua, kemudian Nestle dan banyak merek lain, apakah dengann UU ini mereka masih bisa usaha? masih. sudah diatur di pasal 50. Tidak ada masalah hanya menyatukan pandangan ini kan masih perlu waktu kita," ucap dia.

Baca Juga: Aturan biaya konservasi dalam RUU SDA dihapus

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengusulkan, perlunya pengubahan bunyi penjelasan pasal 51. Antara lain batang tubuh pasal 51 dan penjelasannya secara tegas perlu memisahkan fungsi sosial dan fungsi ekonomi dari air.

Apindo mengatakan, SPAM atau air perpipaan merupakan kewajiban pemerintah dalam memenuhi air untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya, mandi, cuci, kakus (MCK) dan menjalankan kegiatan keagamaan.

"Jadi SPAM atau air perpipaan merupakan perwujudan fungsi sosial air," ujar Haryadi.

Baca Juga: Kemprin: RUU SDA harus ramah terhadap masuknya investasi

Adapun, air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan salah satu produk industri makanan dan minuman olahan yang menggunakan air sebagai bahan baku.

"Jadi AMDK adalah salah satu perwujudan fungsi ekonomi air sehingga AMDK dan SPAM air perpipaan tidak mungkin disamakan," ucap dia.

Selain itu, Apindo menilai salah satu bagian pasal 47 yang menyatakan "menyisihkan paling sedikit 10 persen dari laba usaha untuk konservasi sumber daya alam juga memberaskan pelaku usaha industri.

Baca Juga: Terkait RUU SDA, pemerintah diminta perhatian investasi dari swasta

"Adanya jaminan bank garansi untuk menempatkan dana 10 persen dari keuntungan usaha juga menjadi beban bagi dunia usaha sehingga Apindo menilai ini harus ditiadakan," kata dia.

Apindo berharap pemerintah dapat melakukan penyempurnaan substansi RUU SDA yang menjamin keberlangsungan kegiatan usaha demi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Seperti diketahui, DPR dan Pemerintah sepakat akan membahas RUU SDA pada Bulan Agustus mendatang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×