Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Senada, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lazarus mengatakan, pengusaha diwajibkan membayar BJPSDA. Penggunaan draf usulan dari pemerintah agar pengusaha tetap menyisihkan keuntungannya untuk BJPSDA baik usahanya memiliki untung atau tidak.
Ia mengatakan, yang masih menjadi perdebatan antara pemerintah dengan DPR adalah pasal 51 yang mengatur tentang sistem penyediaan air minum (SPAM).
Menurut dia, berkaca pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang pernah digugat, memutuskan bahwa SPAM adalah tanggung jawab negara dan tidak boleh dikerjasamakan dengan pihak swasta.
Baca Juga: Temui DPD RI, Apindo bahas RUU Sumber Daya Air
Lebih lanjut, Ia bilang pengusaha tidak perlu khawatir tidak bisa melakukan usaha pada sektor air. Sebab, yang tidak boleh dimasuki oleh pengusaha adalah SPAM untuk kebutuhan pokok masyarakat.Pengusaha boleh memasuki dunia usaha sektor air, seperti pembangkit listrik tanaga air dan/atau penyediaan air minum dalam kemasan.
"Hanya kan ada dua hal di sini , pertama soal SPAM yang diurus oleh negara, ada lagi soal badan usaha yang menggunakan air juga untuk investasi contoh pembangkit listrik tenaga air, misalnya kan SPAM juga. Contoh, air minum dlm kemasan (AMDK) misal Aqua, kemudian Nestle dan banyak merek lain, apakah dengann UU ini mereka masih bisa usaha? masih. sudah diatur di pasal 50. Tidak ada masalah hanya menyatukan pandangan ini kan masih perlu waktu kita," ucap dia.
Baca Juga: Aturan biaya konservasi dalam RUU SDA dihapus
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengusulkan, perlunya pengubahan bunyi penjelasan pasal 51. Antara lain batang tubuh pasal 51 dan penjelasannya secara tegas perlu memisahkan fungsi sosial dan fungsi ekonomi dari air.