Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mengatasi persoalan defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang makin bengkak, pemerintah memutuskan untuk mengkaji ulang besaran tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, keputusan tersebut dihasilkan dari Rapat Terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin, Senin (29/7).
Baca Juga: Defisit BPJS Kesehatan diproyeksi tembus Rp 28 triliun, Jokowi gelar rapat terbatas
“Kita tetap harus mereview tarif, karena perbaikan sistem salah satu fondasi paling penting adalah keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut dengan berapa manfaat yang diterima peserta,” ujar Sri Mulyani usai memimpin konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (30/7).
Berdasarkan pembahasan bersama Jokowi, lanjut Sri Mulyani, sistem BPJS Kesehatan selama ini menimbulkan ketidakcocokan (missmatch) antara tarif iuran yang dipungut dengan manfaat yang disalurkan kepada peserta. Hal inilah yang makin memicu defisit kronis yang tengah dialami BPJS saat ini.
“Dari sisi kebijakan benefit-nya, apa-apa saja yang bisa dinikmati oleh pemegang kartu BPJS Kesehatan. Selama ini kan masih dianggap boleh mendapat manfaat apa saja secara tidak terbatas,” pungkasnya.
Baca Juga: BPJS Kesahatan akan tutup defisit dengan skema SCF
Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk membuat kesepakatan terkait keseimbangan tarif iuran tersebut. Kemungkinan terbesar ialah dengan menaikkan tarif iuran JKN.
Di samping itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh sesuai dengan rekomendasi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).