Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepulangan Presiden Prabowo Subianto ke Indonesia setelah melakukan lawatannya ke berbagai negara dan menghadiri sidang G-20 serta APEC tentu disambut dengan sukacita oleh para buruh. Selain membawa potensi masuknya investasi asing yang membanggakan, diharapkan Presiden juga segera memutuskan kenaikan upah.
Presiden KSPI Said Iqbal berharap Prabowo segera memutuskan kenaikan upah minimum (UMP dan UMK) dan upah minimum sektoral (UMSP dan UMSK) sebagaimana diamanatkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 tentang dicabutnya sebagian norma hukum Omnibus Law UU Cipta Kerja, klaster ketenagakerjaan khususnya norma baru upah minimum.
Dalam usulan Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang baru tentang upah minimum 2025 adalah sangat bertentangan dengan keputusan MK. Yang mana Menteri Ketenagakerjaan dalam menetapkan kenaikan upah minimum membagi dua kategori upah minimum, yaitu kenaikan upah minimum untuk industri padat karya dan kenaikan upah minimum industri padat modal.
Baca Juga: Prabowo Panggil Menteri Ketenagakerjaan ke Istana, Bahas UMP?
"Pembagian dua kategori kenaikan upah minimum ini melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi karena dalam keputusan MK tersebut hanya dikatakan kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu , dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL)," ujarnya di Jakarta, Senin (27/11/2024).
Atas dasar itu, KSPI dan KSPSI AGN menolak draft isi permenaker tersebut, yang membagi upah minimum menjadi dua kategori, yaitu upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal. Selain itu, dalam draft permenaker tentang upah minimum tersebut, berisikan bahwa bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum 2025, maka dapat dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan.
Said bilang, pihak serikat kerja menolak keras, karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah sebagaimana keputusan MK. Poin lainnya yang tidak sejalan dengan serikat kerja adalah upah minimum sektoral yang rencananya diserahkan dalam perundingan bipartit di tingkat perusahaan atau dikaburkan kalimatnya yang terkesan Dewan Pengupahan Daerah tidak perlu membahas penetapan upah minimum sektoral (UMSP dan UMSK).
"Jelas keputusan dalam draft permenaker ini bertentangan dengan keputusan MK. Oleh karenanya ditolak oleh buruh," tandasnya.
Baca Juga: Pengumuman UMP Ditunda, Kemenaker: Masih Finalisasi
Terhadap draft permenaker yang sedang dibuat oleh Menaker tersebut keseluruhan isinya ditolak oleh buruh dan memohon kepada Presiden Prabowo untuk juga menolaknya. Pada prinsipnya buruh memohon kepada Presiden Prabowo terkait penetapkan kenaikan upah minimum 2025 berisikan:
I. Gubernur menetapkan kenaikan Upah Minimum 2025 sebagai berikut:
1. Upah Minimum Provinsi (UMP), berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi
2. Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi
3. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota
4. Upah Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK), berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota
II. Kenaikan Upah Minimum (UMP dan/atau UMK) ditentukan berdasarkan nilai inflansi + indeks tertentu (α) dikalikan nilai pertumbuhan ekonomi.
Rumus kenaikan upah minimum = inflansi + ( Alpha x pertumbuhan ekonomi)
1. Nilai indeks tertentu (α) untuk kenaikan UMP dan/atau UMK 2025 yang diusulkan oleh buruh adalah sebesar 1,0 s.d 1,2. Di mana usulan nilai ? = 1,0 – 1,2 berlaku untuk semua jenis industri (tidak ada pembedaan untuk industri padat karya dan padat modal). Bilamana pemerintah berkeberatan dengan usulan nilai alpha sebagaimana yang disampaikan buruh, maka Menteri Ketenagakerjaan bersama serikat buruh berunding mencari nilai kompromi yang mendekati usulan buruh tersebut.
2. Bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum sebagaimana diatur dalam rumus kenaikan upah minimum dengan nilai alpha di atas, maka perusahaan yang dimaksud dapat mengajukan pengecualian kepada Menaker melalui rapat Dewan Pengupahan Daerah dengan memenuhi persyaratan tertentu.
3. Definisi/kategori perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum sebagaimana diatur di atas, wajib memenuhi syarat yang diatur dalam keputusan menteri yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Perusahaan yang tidak mampu tersebut mengajukan permohonan ke Menteri tenaga kerja melalui dewan pengupahan kabupaten/kota setempat.
b. Melampirkan/menunjukkan kepada menteri tenaga kerja laporan pembukuan perusahaan yang merugi selama 2 tahun berturut-turut dan sudah dilakukan audit oleh akuntan publik.
c. Melampirkan/menunjukkan hasil kesepakatan antara pihak perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh atau perwakilan pekerja/buruh bilamana tidak ada serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut).
d. Memenuhi persyaratan lain yang diatur oleh dewan pengupahan kabupaten/kota
4. Jadi dengan demikian, bagi perusahaan yang tidak mampu sebagaimana tersebut di atas, bukan berarti kenaikan upah minimumnya ditangguhkan pemberlakuannya, dan juga bukan berarti kenaikan upah minimum di perusahaan yang tidak mampu tersebut dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan. Tetapi mekanisme penetapan kenaikan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu tersebut tetap diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah (Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota), bukan diputuskan oleh bipartit di perusahaan.
Baca Juga: Penundaan Penetapan UMP 2025 Berpotensi Hambat Perencanaan Bisnis Pelaku Usaha
III. Gubernur dalam menetapkan besaran UMSP dan UMSK diatur sebagai berikut:
1. Gubernur menetapkan besaran nilai Upah Minimun Sektoral Provinsi (UMSP) dan jenis sektoral industrinya berdasarkan keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi.
2. Gubernur menetapkan besaran nilai Upah Minimun Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan jenis sektoral industrinya berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang didapat dari keputusan rapat Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
3. Jadi dengan demikian, tidak ada penetapan UMSP dan UMSK dilakukan di tingkat bipartit perusahaan.
IV. Catatan penting untuk usulan Permenaker tentang Upah Minimum Tahun 2025, juga sebagai berikut:
1. Penetapan isi Permenaker tentang Upah Minimum 2025 harus mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor MK No. 168 PUU-XXI/2023 (Khususnya keputusan nomor 8 sampai dengan nomor 17)
2. Semua isi/pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51/2023 tentang Pengupahan dinyatakan tidak berlaku lagi (dicabut)
3. Dengan dicabutnya PP Nomor 51/2023 tentang Pengupahan, maka:
a. Formula/rumus upah minimum batas atas dan batas bawah dinyatakan tidak berlaku
b. Rumus kenaikan Upah Minimum yang memuat kalimat "bila suatu daerah upah minimumnya di atas konsumsi rata-rata maka kenaikan upah minimum hanya menggunakan rumus a dikali pertumbuhan ekonomi", dinyatakan tidak berlaku.
4. Tentang norma hukum yang baru terkait struktur dan skala upah maka harus mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi yaitu: Menyatakan pasal 92 ayat 1 dalam pasal 81 angka 33 UU 5/2023 yang menyatakan 'Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi'
Menurut Said, buruh percaya bahwa Presiden Prabowo akan memperhatikan tingkat kesejahteraan kaum buruh dengan tetap meningkat produktivitas dan kerja yang efisien.
Terkait rencana mogok nasional dua hari yang akan diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh wilayah Indonesia di antara tanggal 19 November sampai 24 Desember 2024, Said menegaskan, tetap akan menjadi opsi pilihan serikat buruh bilamana Menaker tetap membuat Permenaker 2025 yang merugikan kaum buruh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News