Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak bersiap menyambut komandan baru. Di pengujung Oktober, tepatnya dalam pekan ini, Menteri Keuangan akan melepas Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan memasuki masa pensiunnya dan melantik orang baru untuk menggantikan posisi Robert itu.
Hal tersebut telah diungkapkan Sri Mulyani sendiri beberapa waktu lalu setelah dirinya resmi dilantik sebagai Menteri Keuangan periode 2019-2024.
Baca Juga: Beragam kesan sejumlah menteri terhadap sosok Darmin Nasution
“Nanti saat Pak Robert pensiun di akhir bulan ini, kita InsyaAllah sudah punya Dirjen Pajak yang baru yang akan dilantik persis saat dia (Robert) selesai,” tuturnya, Rabu (23/10).
Sayangnya, Sri Mulyani tidak menyebut atau memberi gambaran siapa sosok Dirjen Pajak yang telah ia kantongi namanya itu. Ia juga tak mengonfirmasi saat disodori nama Suryo Utomo, Staf Ahli Menkeu pada bidang Kepatuhan Pajak.
Managing Partner DDTC Darussalam memandang, sosok Dirjen Pajak baru sebaiknya berasal dari internal Kemenkeu atau DJP sendiri. Pasalnya, tantangan dan tugas yang akan dipikul Dirjen Pajak ke depan kian berat.
“Butuh Dirjen Pajak yang berintegritas, profesional, dan paham teknis perpajakan. Untuk dapat paham teknis perpajakan maka harus berasal dari internal DJP,” tutur Darussalam kepada Kontan.co.id, Senin (28/10).
Darussalam mengatakan, tantangan utama Dirjen Pajak selanjutnya ialah menerjemahkan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua ini ke dalam kebijakan-kebijakan pajak yang tepat.
Baca Juga: Kepala BKPM: Gojek dan Grab bayar PPN Rp 4 triliun-Rp 5 triliun per tahun
Seperti yang diketahui, Jokowi mengusung lima gagasan utama dalam lima tahun ke depan, yaitu melanjutkan pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas SDM, mendorong investasi, mereformasi birokrasi, serta mendorong APBN yang lebih tepat guna.
Dari poin mengenai investasi serta reformasi birokrasi, Darussalam menilai, intinya adalah mendorong daya saing Indonesia.
“Daya saing ini tentunya membutuhkan kebijakan pajak yang sifatnya relaksasi melalui berbagai insentif dan penurunan tarif. Dalam jangka pendek tentu akan berdampak pada potensi pajak yang hilang,” tutur pakar pajak itu.
Di sisi lain, Presiden juga punya gagasan melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kualitas SDM. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang mampu memobilisasi penerimaan pajak.
Baca Juga: Hingga Oktober 2019, tax holiday telah gaet komitmen investasi sebesar Rp 507 triliun
Darussalam menyebut, pada titik ini lah kapabilitas Dirjen Pajak selanjutnya diuji yaitu membuat kebijakan pajak yang seimbang antara kepentingan mendorong daya saing melalui perpajakan dan kepentingan mengungkit pajak sebagai sumber utama penerimaan negara.
Tak hanya itu, Dirjen Pajak baru juga masih punya tantangan lainnya, yaitu memperbaiki tumpukan indikator kinerja penerimaan pajak yang belum membaik.
“Tax Ratio yang masih rendah, Tax Gap yang masih tinggi, Tax Buoyancy yang selama lima tahun terakhir hanya rata-rata 0,8%, dan target pajak yang tidak pernah terpenuhi (shortfall) sejak 2008,” ungkap Darussalam.
Baca Juga: Ini pekerjaan rumah bagi dirjen pajak yang baru
Oleh karena itu, Darussalam berharap siapa pun pengganti Robert Pakpahan itu tetap mampu mengawal proses reformasi perpajakan yang sedang berlangsung sekarang. Juga menampung semua kepentingan stakeholder dan berorientasi pada kebijakan jangka panjang.
“Jangan terjebak pada sumber penerimaan yang sifatnya jangka pendek saja,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News