Reporter: Adhitya Himawan |
JAKARTA. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menganggap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi kebijakan yang tak layak. Alasan harga BBM Indonesia lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya tidak tepat. Sebab, kualitas BBM di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.
Dalam diskusi publik bertajuk "Warga Negara Menggugat Harga BBM Bersubsidi" hari ini (2/5), KPBB mengatakan masyarakat banyak menerima infromasi yang salah. Selama ini, penetapan harga BBM bersubsidi mengacu pada harga Singapura, yakni Mid Oil Plats Singapore. Namun, yang tidak pernah disampaikan pemerintah, kualitas BBM Singapura lebih tinggi dari Indonesia.
Bensin di Singapura memiliki kualitas Pertamax di Indonesia, yakni kualitas RON 92, kadar Benzene maks 2,5%, kadar Aromatics maks 40%, kadar Olefin maks 20% dan kadar belerang maks 500 ppm. "Bandingkan dengan kualitas bensin Premium kita kualitasnya RON 88, kadar Benzene 5%, kadar Aromatic d0%, dan kada Olefin 35%,"jelas Ahmad Safrudin, Koordinator KPBB.
Safrudin mengatakan bahwa pemerintah seolah menggambarkan harga BBM bersubsidi di Indonesia paling murah dibandingkan negara lain. Padahal, di Amerika Serikat misalnya, harga bensin dipatok US$ 2,2/galon atau 55 sen/liter atau setara dengan RP 5.000/Liter. Namun di level harga ini, kualitas bensinya setara dengan kategori 4 berdasarkan Standard World Wide Fuels Charter (WWFC), Asosiasi Industri Mobil dan Industri Minyak Dunia.
"Sementara bensin kita yang harganya Rp 4.500 per liter itu bahkan tidak masuk kategori 1 Standar WWFC,"jelas Safrudin
Sekedar diketahui, WWFC mengklaisifikasikan BBM dalam empat kategori, yaitu antara kategori 1 sampai 4. Makin tinggi angka penanda kategori, maka kualitasnya makin tinggi. Menurut Safrudin, bensin premium Indonesia bahkan tidak mampu mencapai standar terendah BBM standar WWFC.
Karena itu, ia menilai kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi didasarkan pada manipulasi informasi. Seharusnya, penetapan harga premium harus berdasarkan harga pokok produksi. Caranya dengan berdasarkan pada biaya minyak mentah sesuai dengan mutu dan sumbernya, baik domestik ataupun impor. Selain itu juga biaya pengolahan dan biaya overhead serta profit margin yang wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News