Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dicerca Komisi XI DPR RI terkait penurunan penerimaan pajak sepanjang 2025.
Dalam Rapat Kerja yang digelar Kamis (27/11/2025), sejumlah anggota DPR mempertanyakan anjloknya realisasi pajak yang dinilai mengkhawatirkan dan berpotensi mengganggu ruang fiskal pemerintah.
Menanggapi kritik tersebut, Purbaya menegaskan bahwa pelemahan penerimaan pajak tidak dapat dinilai sebagai kegagalan kinerja, melainkan konsekuensi dari kondisi ekonomi yang masih berada dalam tekanan hingga September 2025.
“Ini saya banyak ditegur masalah pajak seolah-olah keadaan normal. Yang perlu kita ingat, kita itu keadaannya nggak normal sampai September kemarin. Oktober saja baru mulai balik, tapi belum keluar dari tekanan,” jelas Purbaya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/11/2025).
Baca Juga: Komisi XI DPR Cecar Menkeu Purbaya dan Jajarannya Terkait Penerimaan Pajak Rendah
Purbaya menyebut perlambatan ekonomi membuat dunia usaha terpukul, sehingga ruang untuk memungut pajak lebih optimal menjadi sangat terbatas.
“Kalau businessman lagi susah dipajakin, ribut pasti. Uangnya juga nggak ada, orang lagi rugi. Jadi itu yang mesti ditaruh di kepala kita bersama-sama,” tegasnya.
Ia menambahkan, memaksakan kenaikan tarif pajak atau intensifikasi pajak di tengah situasi sulit justru akan memperburuk kondisi.
“Saya bisa saja naikin tarif sana-sini. Tapi hasilnya pasti lebih jelek. Dalam kondisi jatuh, kalau kita bebankan lagi, akan jatuh lebih dalam. Harusnya kita kasih stimulus besar-besaran,” ujarnya.
Di sisi lain, Purbaya mengatakan Kementerian Keuangan memilih mengambil langkah taktis dengan mengoptimalkan anggaran yang ada untuk menjaga perbaikan ekonomi.
Baca Juga: Hingga September, Penerimaan Pajak Kanwil LTO Baru Setengah dari Target 2025
“Kemenkeu cukup ngirit. Kita optimalkan uang yang ada supaya ekonomi bisa recover. Sekarang sudah mulai terlihat, tapi bukan berarti keadaan sudah normal,” katanya.
Purbaya juga menyinggung lemahnya pertumbuhan uang beredar, yang menurutnya menunjukkan tekanan ekonomi berlangsung panjang. Menurutnya, pertumbuhan uang beredar sudah berada di zona negatif sejak tahun 2004 yang mencerminkan sedang melemahya kondisi ekonomi domestik.
Ia menegaskan bahwa memaksa penarikan pajak di tengah kondisi tersebut hanya akan menekan masyarakat dan pelaku usaha. Dalam konteks itu, ia meminta penilaian kinerja pajak tidak menggunakan standar kondisi normal ketika pelemahan ekonomi masih terjadi.
"Saya juga pengennya pajaknya maksimal. Tapi ketika kita masih memberi stimulus ekonomi, mengoptimalkan uang yang ada, supaya kita bisa recover. Dalam keadaan seperti itu, acuan-acuan yang normal penilaian dalam keadaan yang sehat, menjadi tidak pas,” katanya.
Baca Juga: Realisasi Penerimaan PPh OP & PPh 21 Terkontraksi, Ditjen Pajak Jelaskan Penyebabnya
Purbaya juga mengakui bahwa pemulihan ekonomi sejauh ini masih bergantung pada kebijakan fiskal karena sektor moneter belum banyak membantu.
Ia memastikan pemerintah akan terus memperbaiki kinerja pajak, namun meminta seluruh pihak memahami konteks tekanan ekonomi yang masih berlangsung.
“Akan kita perbaiki ke depan. Tapi tolong diingat, sampai September–Oktober itu kondisi kita memang tidak ideal,” pungkasnya.
Selanjutnya: Saham Kalbe (KLBF) yang Turun Kasta ke MSCI Small Cap, Simak Rekomendasinya
Menarik Dibaca: Katalog Promo JSM Alfamidi Spesial Gajian Periode 27-30 November 2025, Hanya 4 Hari!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













