kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beleid akses PDAM raih utangan bank masih mentok


Selasa, 25 April 2017 / 21:10 WIB
Beleid akses PDAM raih utangan bank masih mentok


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Rencana pemerintah pusat dalam memberikan kemudahan berutang melalui revisi Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum masih terganjal. Revisi perpres yang ditargetkan selesai pada awal tahun kemarin masih belum juga tuntas.

Sri Hartoyo, Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, pembahasan perpres masih terganjal oleh perbedaan pandangan di internal pemerintah mengenai pemberian kemudahan akses bagi PDAM untuk memperoleh pinjaman bank. Perbedaan pendapat tersebut datang dari Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian Dalam Negeri memandang, PDAM tidak boleh didorong berutang. "Mereka mintanya jangan didorong PDAM utang, kalau mau air minum jalan, pemerintah silahkan beri duit ke mereka," katanya, Selasa (25/4).

Sementara itu, pihaknya memandang, PDAM yang sehat perlu diberi kemudahan akses untuk mendapatkan pembiayaan guna mendukung kegiatan investasinya. M Natsir, Plt Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebelumnya mengatakan, selain masalah persepsi tersebut Kementerian Dalam Negeri sebelumnya juga keberatan terhadap substansi yang ingin dimasukkan ke dalam revisi perpres tersebut.

Substansi tersebut menyangkut persetujuan DPRD bagi PDAM yang ingin mengajukan utang untuk membangun sistem penyediaan air minum masyarakat.  Dalam draft revisi awal, persetujuan DPRD rencananya diurus paralel dengan pengajuan utang.

Tapi Kementerian Dalam Negeri ingin, persetujuan DPRD diurus atau didapat terlebih dahulu sebelum utang diajukan. "Jadi akhirnya dikembalikan lagi, sekarang dibarengkan, izin pemerintah daerah, DPRD baru diproses," katanya akhir pekan kemarin.

Keberatan kedua, mengenai masalah pinjaman PDAM gagal bayar yang 30% rencananya akan dipikul pihak bank dan 70% oleh pemerintah. Kementerian Dalam Negeri meminta mekanisme penanganan pinjaman gagal bayar tersebut diperjelas.

Tertunda

Natsir mengatakan, akibat ganjalan tersebut, rencana sebelas PDAM yang ingin mengajukan pinjaman ke bank untuk meningkatkan kapasitas usaha mereka terganjal. PDAM tersebut antara lain; Balikpapan, Pontianak, dan Surabaya.

Padahal, kesebelas PDAM tersebut sudah melengkapi dokumen yang diperlukan untuk mengajukan pinjaman tersebut. "Nilai rencana pinjaman mereka mencapai Rp 440 miliar," katanya.

Natsir juga mengatakan, saat ini ada 63 PDAM lagi yang sedang menyiapkan dokumen untuk mengajukan pinjaman bank. Pemerintah melalui revisi Perpres 29 akan memberikan kemudahan bagi PDAM sehat untuk berutang. Kemudahan tersebut akan dilakukan dengan memangkas birokrasi persetujuan proses pencairan utang.

Poin lain yang akan diubah untuk mempermudah PDAM berutang, menyangkut penjaminan. Bila utang PDAM mengalami gagal bayar, maka 70% dari utang pokok akan ditanggung atau ditalangi pemerintah pusat terlebih dahulu. Itu, berbeda dari Perpres No. 29 Tahun 2009.

Dalam perpres tersebut, bila PDAM gagal bayar, pemerintah pusat menanggung 70% dari utang pokok maupun non pokok. Untuk mencegah terjadinya gagal bayar utang oleh PDAM, Natsir mengatakan, pemerintah juga akan menaikkan risiko perbankan.

Bila dulu, ketika PDAM gagal bayar, bank hanya diminta untuk menanggung 30% dari utang pokok dan non pokok PDAM yang gagal bayar, melalui revisi ini, mereka juga  akan diminta menanggung 70% utang non pokok PDAM yang gagal bayar.

Pemberian kemudahan tersebut diberikan terkait rendahnya penyerapan utang PDAM pada 2009 -2014 lalu. Saat itu bank berani sediakan kredit Rp 4,4 triliun. Tapi dari jumlah tersebut, yang berhadil terserap hanya Rp 360 miliar saja.

Hartoyo mengatakan, pihaknya akan terus berupaya untuk menyamakan persepsi dengan Kementerian Dalam Negeri agar perbedaan persepsi tersebut bisa diatasi. Dia menargetkan, dalam waktu tiga bulan ini perbedaan tersebut bisa tuntas. "Karena draft perpresnya sudah di Kantor Menko Perekonomian tinggal menyamakan persepsi saja," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×