Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, komposisi belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh pembayaran bunga utang dan belanja pegawai. Sedangkan belanja modal terus menurun setiap tahunnya.
Direktur Program Indef Eisha M. Rachbini menilai, seharusnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah paling banyak disalurkan melalui belanja modal, sebab akan besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, pada 2023 lalu, proporsi anggaran belanja pegawai tercatat sebesar 18,8%, pembiayaan bunga utang sebesar 19%. Sedangkan proporsi belanja modal hanya sebesar 11,3%.
Baca Juga: Utang Pemerintah Naik Lagi, Kini Tembus Rp 8.353,02 Triliun per Mei 2024
“Untuk 2024 dan 2025 ketika kita tau akan ada banyak utang jatuh tempo, dan ini dirasa masih cukup tinggi dibandingkan belanja pegawai atau belanja modal,” tutur Eisha dalam agenda diskusi publik Indef, Kamis (4/7).
Indef mencatat, pada tahun ini jumlah proporsi pembayaran bunga utang juga meningkat yakni dari 19% pada 2023 menjadi 20,3% pada 2024. Sedangkan belanja modal turun menjadi 10% dibandingkan 11,3% pada 2023.
Untuk diketahui, pemerintah akan membayar bunga utang sebesar Rp 497,3 triliun. Pembayaran bunga utang itu meningkat 11,55% dari realisasi pembayaran bunga utang di 2023 yang sebesar Rp 439,88 triliun.
Sebelumnya, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, beban bunga utang tersebut sudah cukup membebani ruang fiskal yang semakin terbatas, di samping adanya kewajiban pemerintah membayar utang jatuh tempo.
Baca Juga: Pemerintah dan DPR Sepakati Pemberian PMN Terhadap 17 BUMN, Berikut Rinciannya
Jika dibandingkan dengan anggaran belanja negara, pembayaran bunga utang tersebut setara 14,96% dari anggaran belanja negara tahun ini yang nilainya mencapai Rp 3.325,1 triliun.
“Di sisi lain, upaya meningkatkan penerimaan negara juga semakin tidak mudah di saat ekonomi global melambat dan harga komoditas melesu,” tutur Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News