Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Sosial Politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan, Mahfud MD layak menduduki posisi Menkopolhukam bukan hanya karena kapasitasnya, tetapi lebih karena Mahfud MD tidak punya beban sejarah terkait politik dan pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Kekurangan Mahfuzd MD lebih pada seberapa luas penguasaan dan jaringanya terkait pertahanan negara. "Kekurangan Mahfud mungkin bisa dilengkapi oleh Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan," ujar Ubedilah kepada Kontan, Rabu (23/10).
Baca Juga: Menkumham dan Jaksa Agung diisi parpol, Jokowi dinilai tak serius penegakan hukum
Sedangkan, Yasonna Hamonangan Laoly memiliki beban historis terkait namanya yang sempat disebut-sebut dalam kasus korupsi e-KTP dan memiliki masalah terkait dukungan dan perannya dalam revisi Undang-undang KPK yang melemahkan KPK.
"Sikap Yasonna berlawanan dengan kekuatan sipil pro demokrasi dan pro penguatan KPK," ungkap dia.
Ubedilah mengatakan, PR terberat Mahfud MD dan Yasonna Laoly adalah merumuskan regulasi yang antisipatif adaptif dan aspiratif sesuai perkembangan zaman. Kemudian menangani berbagai persoalan kejahatan kemanusiaan masa lalu hingga 5 tahun pemerintahan Jokowi.
"Serta problem konflik sosial yang terus terjadi di Papua," ungkap dia.
Pengamat Politik dari LIPI Dewi Fortuna menilai penunjukan Mahfud MD cocok sebagai Menko Polhukam sebagai pilihan yang bagus. Sebab, rekam jejak Mahfud terbilang bagus antara lain pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan Menteri Pertahanan.
Baca Juga: Mahfud MD mengaku baru tahu jadi Menko Polhukam sipil pertama
"Pengetahuan dan pengalaman pak Mahfud menunjang sebagai Menko Polhukam," ujar Dewi.
Hanya saja, Dewi meminta agar Mahfud dalam menjalankan agenda reformasi dengan baik. Pasalnya, indeks demokrasi Indonesia menurun saat ini. "Kita tidak mau kembali lagi orde baru jilid 2," ucap dia.