Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Ketiga, kebijakan mengalokasikan anggaran wajib bidang pendidikan semenjak diluncurkan tahun 2003, belum berdampak secara signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan layanan pendidikan.
Oleh sebab itu, menurutnya perlu mendapat perhatian bersama. Besarnya alokasi anggaran pendidikan belum mencerminkan besarnya alokasi anggaran terhadap mutu dan kualitas pendidikan yang dihasilkan sampai saat ini.
Kemudian, Skor PISA (Program for Internasional Student Assessment) Indonesia juga dinilai masih di bawah rerata OECD dan ASEAN-5. Hal yang sama juga ditunjukkan dari Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk perguruan tinggi (19-24 tahun) yang masih tertinggal dibandingkan peers.
Selain itu, tingkat pengangguran lulusan pendidikan Vokasi juga cukup tinggi serta tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Perguruan Tinggi masih rendah.
“Dengan sedih kita katakan, penduduk yang bekerja sebanyak 39,1% lulusan SD dan 18,24% lulusan SMP. Artinya sebanyak 57,34 penduduk Indonesia yang bekerja lulusan SMP ke bawah,” kata Dia.
Baca Juga: Ini Jurus Pemerintah Tarik Pendanaan untuk Bangun Infrastruktur
Menurut Said, tidak ada artinya momentum bonus demografi yang didapatkan Indonesia sejak 2012 jika tidak mendapatkan mayoritas tenaga kerja terampil yang mampu mengakselerasi inovasi bagi UMKM, dan industri. Padahal sumbangan UMKM terhadap PDB mencapai 60,5%.
Keempat, pada RUU APBN 2024 pemerintah mengalokasikan rencana anggaran infrastruktur yang dialokasikan sebesar Rp 422,7 triliun atau 12,79% dari belanja negara.
Selain untuk memastikan keberlangsungan pembangunan IKN, alokasi belanja infrastruktur harus bisa meningkatkan tingkat partisipasi sekolah dan angka harapan hidup rakyat.
Pembangunan infrastruktur juga harus lebih fokus pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi, bukan malah jadi beban ekonomi.
Maka dari itu, menurutnya Pemerintah harus fokus pada target pada cetak biru kebijakan logistik nasional. Kebijakan ini mencanangkan pada tahun 2025 rasio biaya logistik dengan PDB sebesar 12,4%. Said menilai target ini cukup realistis mengingat di Amerika Serikat saja 8% dan Korea Selatan 9,7% PDB.
Kelima, Said menyampaikan Banggar DPR sepenuhnya mendukung perluasan kebijakan hilirisasi. Namun pemerintah perlu menempuh sejumlah kebijakan penting, salah satunya Pemerintah harus bisa memaksimalkan ruang pada Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News