kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan pajak baru soal hubungan istimewa


Sabtu, 18 September 2010 / 07:22 WIB
Aturan pajak baru soal hubungan istimewa


Reporter: Martina Prianti | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Masalah mafia pajak yang sekarang ini ramai, terang melibatkan para oknum yang melanggar berbagai aturan yang berlaku. Tapi tak jarang juga perusahaan-perusahaan membobol pajak dari bolongnya peraturan pajak yang ada.

Untuk itulah Direktur Jenderal Pajak M.Tjiptardjo melakukan terobosan baru dengan membuat pengaturan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib pajak dengan hubungan istimewa. Selama ini memang masalah ini belum pernah dibuat aturannya.

Aturan itu ada dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor 43/2010. Perdirjen yang terbit dan mulai berlaku 6 September 2010 itu akan mengatur secara khusus transaksi yang dilakukan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa supaya bisa tetap lazim dan sebanding dengan transaksi normal lainnya.

Menurut Tjiptardjo, langkah menerbitkan Perdirjen itu sebagai petunjuk pelaksana UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan (PPh) dan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN dan PPnBM). Khususnya soal wewenang pemerintah untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

Transaksi yang akan menjadi sorotan dalam Perdirjen ini adalah khusus transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan hubungan istimewa dengan nilai di atas Rp 10 juta. Dalam Perdirjen ini juga disebutkan Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali Penghasilan Kena Pajak (PKP) pada transaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Tentu saja Dirjen Pajak pun tidak bisa sembarangan, karena penghitungan kembali besarnya penghasilan ini harus mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan harga atau laba wajar yang sudah diterapkan oleh wajib pajak.

Dalam Perdirjen ini juga dirinci ada cukup banyak metode yang bisa dipakai untuk penghitungan harga atau laba wajar, misalnya metode perbandingan harga antara pihak yang independen. Artinya wajib pajak bisa membandingkan harga antara transaksi dengan pihak yang ada hubungan istimewa dengan transaksi lain dengan pihak tanpa hubungan istimewa.

Ada juga metode penjualan kembali, artinya wajib pajak bisa membandingkan harga dalam transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut.

Lebih jauh, Dirjen Pajak juga berwenang melakukan correlative adjustment terhadap penghitungan PKP wajib pajak, sebagai tindak lanjut atas primary adjustment yang sudah dilakukan Dirjen Pajak atau otoritas pajak negara lain untuk penghitungan PKP dari lawan transaksi sang wajib pajak

Asal tahu saja, selama ini belum ada Perdirjen serupa yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak sebelum Tjiptardjo. Adapun yang dimaksud hubungan istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×