Reporter: Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Mulai hari ini, Selasa (24/6) pemerintah mewajibkan seluruh produsen rokok mencantumkan peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) yang menyeramkan. Walau baru mulai berjalan, aturan ini sudah menulai protes dari Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI).
Manajer Riset dan Advokasi MPKKI, Zamhuri mengemukakan, pencantuman PHW pada bungkus produk hasil tembakau mengadopsi dari pemerintah asing. Hal ini mengindikasikan ada tekanan dari pihak lain. “Kementerian Kesehatan (Kemkes) mestinya tidak mengadopsi gambar dari luar, tetapi membuat kebijakan atas hasil riset sendiri dan tanpa terpengaruh oleh tekanan pihak mana pun. Dengan begitu, ada independensi dalam membuat regulasi,” ujarnya, Selasa (24/6).
Dia bilang sampai saat ini Kemkes belum membuat kajian ilmiah, khususnya terkait dampak kretek nasional bagi kesehatan. Bahkan saat ini yang ada dalam lampiran Kemenkes adalah gambar-gambar dari negara lain, sehingga tidak tepat diberlakukan di Indonesia.
Di sisi lain, pemberlakuan Pasal 14, 15, dan 17 dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 tentang tembakau justru mengaburkan nilai historis kretek sebagai warisan bangsa yang memiliki nilai jual tinggi selama ratusan tahun. “Sampai kini belum pernah dibuktikan bahwa produk hasil tembakau (rokok kretek) ini mengakibatkan penyakit. Fakta di masyarakat justru memperlihatkan, banyak orang yang mengonsumsi kretek, berusia lanjut dan tidak mengidap penyakit,” jelasnya.
MPKKI menilai, dengan adanya regulasi yang diskriminatif ini, pemerintah semakin terlihat tidak peduli terhadap nasib petani tembakau dan buruh pabrik. Aturan PHW yang mengerikan dalam label rokok kretek akan menimbulkan dampak psikologis pada konsumen. Ini merugikan konsumen dalam memperoleh produk legal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News