Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi mengatakan, mundurnya Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement tidak akan berpengaruh pada pembiayaan transisi energi di Indonesia.
"Kalau saya melihat nggak (pengaruh), karena pertumbuhan EBT kita tetap ada," kata dia.
Eniya menambahkan, keluarnya AS terjadi setelah Donald Trump resmi menjadi presiden AS. Kebijakan Trump ini berbeda dengan presiden sebelumnya, Joe Biden yang berasal dari partai Demokrat.
Ia bilang, meski sebagai leader, pendanaan JETP tidak berpusat dari As saja, masih ada anggota lain yang bisa menjadi sumber, contohnya Jepang.
"Saya rasa sih nggak terlalu (berpengaruh) ya. Pendanaan tadi kan bisa dari Jepang, ada dari macam-macam. Karena dana itu sekarang bergeraknya banyak di Asia. Kalau Eropa sedikit-sedikit, Amerika juga," jelasnya.
Baca Juga: Mundur dari Perjanjian Paris, Nahkoda Pembiayaan JETP Pindah dari AS ke Jerman
Untuk diketahui, salah satu pembiayaan di sektor energi baru terbarukan (EBT) Indonesia berasal dari pembiayaan JETP yang diinisiasi oleh negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).
Adapun pemimpin dari negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat dan Jepang beserta anggota seperti Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Inggris dan Iralandia.
Pendanaan JETP Khusus Pensiun Dini PLTU
Di sisi lain, Eniya memberikan update soal target penggunaan dana JETP untuk mendanai pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menurut dia, sekarang pemerintah masih berada dalam tahap pengkajian terkait keputusan untuk melakukan hal ini.
"Terakhir kan pembahasan dengan tiga Menteri (MenESDM, Menkeu, MenBUMN) itu masih perlu exercise untuk alasan kami mempensiunkan PLTU yang permintaannya JETP," katanya.
Selain itu, Eniya menjelaskan saat ini sedang berlangsung pendampingan oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk membuat peta jalan pensiun dini PLTU.
"Dan pendampingan jamdatun pada saat ini sedang berlangsung untuk membuat roadmap PLTU-nya," tambah dia.
Baca Juga: Percepat Transisi Energi Bisa Dengan Menggenjot Pungutan Produksi Batubara
Sebelum memutuskan melakukan pensiun dini, Eniya bilang pemerintah melalui PLN harus melakukan Amandemen Power Purchase Agreement (PPA) PLN atau perubahan-perubahan perjanjian jual beli listrik antara PLN dengan pengembang listrik.
Karena itulah, angka pembiayaan dari JETP harus sesuai dengan perjajian jual beli listrik dari PLTU yang harus dipensiunkan.
"Kalau kita go sampai PLN mengamandemenkan PPA. Itu harus dilihat setara dengan agreement yang seperti apa? Nah itu yang belum jelas, makanya perlu mengkaji lebih lanjut," tutupnya.
Selanjutnya: Mekar Aktif Berinovasi Memacu Pembiayaan Segmen Produktif
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (31/1): Cerah hingga Hujan Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News