kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APBN Pertama Prabowo Disahkan Tanpa Memerinci Program Kementerian/Lembaga


Rabu, 18 September 2024 / 21:01 WIB
APBN Pertama Prabowo Disahkan Tanpa Memerinci Program Kementerian/Lembaga
ILUSTRASI. Pemerintah telah merencanakan pagu anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 1.160,08 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah telah merencanakan pagu anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 1.160,08 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah pun telah menyepakati RAPBN 2025 untuk disahkan di Sidang Paripurna sebagai modal awal pemerintahan Prabowo Subianto.

Kendati begitu, APBN 2025 tersebut disepakati tanpa mencantumkan rincian penggunaan anggaran dari setiap Kementerian/Lembaga (K/L). Hal ini mengingat keterbatasan waktu mengingat anggota DPR RI 2024-2029 akan dilantik pada 1 Oktober 2024.

Namun, apabila mengikuti Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Keuangan Negara, sudah semestinya APBN 2025 disahkan secara terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Artinya, DPR dan pemerintah tidak hanya menyepati angka nominal dari anggaran K/L tersebut saja, namunĀ  juga rincian pengunaannya.

Meski APBN 2025 disahkan tanpa mencantumkan rincian penggunaan K/L, Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, setidaknya terdapat enam komisi di DPR yang menyetujui pagu anggaran K/L tersebut.

"Ada enam komisi yang memang persetujuannya pagu saja, program belum dibahas. Bahkan ada 1 komisi yang mitranya 17 K/L dengan waktu pembahasan 3 hari. Ini juga tidaklah mungkin," ujar Said dalam Rapat Banggar dengan Pemerintah, Rabu (18/9).

Baca Juga: Kementerian PUPR Dapat Tambahan Anggaran Rp 40,59 Triliun di 2025, Ini Rinciannya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan alasan peruntukan anggaran K/L belum dicantumkan dalam RUU tersebut. Salah satunya, saat ini belum diketahui rincian anggaran dan program kerja dari pemerintahan Prabowo, termasuk apabila ada penambahan K/L baru ke depannya.

"Kalau ternyata dalam masa transisi ada K/L yang berubah, dan karena perubahan ini kemudian UU APBN-nya tidak mewadahi secara cukup fleksibel, saya khawatir pemerintahan baru berhenti," kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu, pemerintahan yang baru perlu diberikan ruang untuk mengubah perincian anggaran K/L tersebut melalui peraturan presiden (perpre). Hal tersebut bertujuan agar pemerintahan berikutnya bisa menjalankan program-programnya tanpa ada kendala dari UU APBN.

"Jangan sampai kita membuat suatu rumusan pasal yang nanti pemerintah baru tidak bisa menjalankan karena hanya lampirannya. Itu yang saya khawatirkan," kata Sri Mulyani.

"Kita belum tau, tidak mau 'Ngege Mongso' istilahnya, kita gak tau kabinetnya akan berapa, jumlah menterinya, kan seperti itu," imbuh Menkeu.

Meski sempat ada perdebatan antara pemerintah dan DPR, pada akhirnya RUU APBN 2025 tersebut disepakati untuk dilanjutkan di tingkat II tanpa mencantumkan memerinci penggunaan anggaran K/L tersebut.

Di temui usai rapat, Said menyebut, penyesuaian atas belanja kementerian ke depan, baik K/L yang lama maupun yang baru tidak perlu menggunakan mekanisme APBN Perubahan (APBN-P).

Baca Juga: Modal Awal Pemerintahan Prabowo, Banggar dan Pemerintah Sepakati RUU APBN 2025

Namun hal tersebut hanya cukup dibahas oleh pemerintahan yang baru bersama Banggar dan komisi-komisi terkait. Mekanisme tersebut bahkan sudah dicantumkan dalam Pasal 20 dan Pasal 51 RUU APBN 2025 yang mengatur mengenai mekanisme pergeseran belanja.

"Ada Pasal 20 dan Pasal 51 yang memberikan keleluasaan bagi presiden. Dari awal tidak ada istilah APBN-P. Kami hindari itu, karena kalau sampai APBN-P itu menunggu tiga bulan pemerintah baru bisa bekerja," kata Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×