Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ketua Umum Partai Golkar yang baru terpilih, Setya Novanto menjamin bisa membawa partainya bangkit dalam enam bulan pasca perpecahan dan menang di Pimilu Legislatif 2019.
Meskipun keberadaan Novanto banyak yang meragukan dan berada dalam bayang-bayang kasus 'Papa Minta Saham'.
"Saya terima kasih atas kritikan dan koreksi. Tapi, saya yakin, saya tidak pernah berbuat salah. Sehingga saya yakin citra Partai Golkar di bawah kepemimpinan saya dalam waktu nggak sampai enam bulan, pasti recovery dengan baik. Saya jamin itu," kata Novanto dalam diskusi bertajuk 'Quo Vadis Golkar di Parlemen dan Pemerintahan', di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/5) kemarin.
Novanto optimistis bisa mencapai target tersebut dalam masa jabatannya yang hanya 2,5 tahun. Ia menyiapkan tujuh program kerja atau Sapta Krida untuk 100 hari masa kerja dan jangka panjang.
Pertama, konsolidasi total internal secara verikal dan horizontal partai pasca-perpecahan, mulai tingkat elit partai hingga pengurus DPD Tingkat I (provinsi) dan DPD Tingkat II (Kab/Kota).
Itu dilakukan terutama untuk menghadapi pilkada. Selain itu, konsolidasi partai dengan pemerintah dan swasta.
Langkah awal, ia akan mengundurkan diri dari posisi Ketua Fraksi PG di DPR agar fokus melaksanakan tugas pertama tersebut.
Kedua, ia akan menjadikan pengurus DPD Tingkat I dan II sebagai ujung tombak untuk menyerap aspirasi masyarakat dan direalisasikan dalam karya sehingga bisa meraih suara rakyat.
Ketiga, memberikan peran dan kewenangan yang lebih kepada DPD Provinsi dan DPD Kabupaten/Kota dalam pembinaan organisasi, kaderisasi, dan keanggotaan, termasuk dalam penjaringan calon gubernur, bupati dan wali kota untuk Pilkada.
Keempat, ia berkomitmen melakukan transformasi Partai Golkar menjadi partai modern.
Ia akan menerapkan sistem IT untuk pengelolaan kepartaian dan kaderisasi.
Kelima, pendirian pusat pelatihan kader."Akan disampaikan dengan online, dengan cepat, dengan sistem TI, sehingga persoalan bisa diselsaikan dengan baik. Sehingga kaderisasi yang dilakukan oleh Litbang dengan SDM yang kuat dan dengan data dan manajemen informasi," katanya.
Keenam, ia bertekad melanjutkan program jangka panjang Aburizal Bakrie (ARB) mengenai visi negara kesejahteraan pada 2045.
Itu diawali dengan memperkuat pembangunan bangsa untuk jangka 2015-2025.
Untuk merealisasikan visi negara kesejahteran 2045, Novanto bersama DPP akan mengarahkan Fraksi PG dan merangkul fraksi lain di DPR untuk menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran dengan dengan prioritas bidang ketahanan pangan dan industri.
Ketujuh, bertekad membawa Partai Golkar sukses dalam pilkada 2017 dan 2018.
Di antaranya dengan membidik suara pemilih muda dan perempuan yang jumlahnya dominan dalam pemilu.
Dengan begitu keterwakilan perempuan di DPR bisa meningkat.
Terkait dengan citra dirinya yang disebutkan masih berada di bawah bayang-bayang kasus 'Papa Minta Saham' terkait permintaan saham PT Freeport beberap waktu lalu, Novanto menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai dirinya.
Tapi, ia merasa tidak pernah melakukan hal itu maupun perbuataan tercela.
Ia merasa saat menjadi Ketua DPR sebelumnya telah melakukan hal-hal untuk kepentingan partai, bangsa dan rakyat.
"Contoh saat saya mundur jadi Ketua DPR saat itu, pasti saudara-saudara tahu dalam hati, apa saya salah atau tidak? Teman-teman DPR juga bisa membaca dan menilai sendiri," ujarnya.
Lantas, Novanto menilai negatif atau positif citra dirinya di mata publik tidak terlepas karena kontribusi media massa dalam pengemasan pemberitaan.
"Tapi, saya yakin, bahwa apa yang saya lakukan, saya tidak pernah lakukan hal yang salah," katanya.
Tidak hanya itu, Novanto juga kembali menyinggung akan perlunya dilakukan perubahan lagi terhadap Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Satu pasal tersebut mengatur tentang perbuatan tercela seorang anggota Dewan, diantaranya sempat digunakan dalam memproses Setya Novanto dalam kasus 'Papa Minta Saham' beberapa waktu lalu.
"Ada aturan-aturan di UU MD3 yang harus dilakukan perbaikan yaitu tata cara yang harus dilakukan penyempurnaan. Supaya jangan sampai ada lagi seperti saya. Biarlah saya sebagai Ketua DPR yang saat itu jadi korban. Tapi, jangan sampai anggota DPR lain," katanya. (Abdul Qodir)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News