kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.165   35,00   0,22%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

ALFI soroti pandemi hingga kelangkaan peti kemas


Rabu, 30 Desember 2020 / 12:49 WIB
ALFI soroti pandemi hingga kelangkaan peti kemas
ILUSTRASI. Beri catatan akhir tahun sektor logistik, ALFI soroti pandemi hingga kelangkaan peti kemas.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pandemi Covid-19 membawa tantangan dan persoalan baru di dunia, berbeda halnya dengan krisis yang pernah terjadi sebelumnya. Dimana gejolak krisis saat ini bersumber dari sektor kesehatan dan melumpuhkan perekonomian karena menekan kinerja sisi demand and supply.

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengatakan, meski pandemi menekan perekonomian dunia, namun tak semua sektor terpuruk. Adapun sektor yang justru mengalami pertumbuhan seperti sektor informasi dan teknologi (IT), komunikasi, kesehatan dan pertanian.

"Bahkan sejak Agustus 2020, sektor-sektor tersebut justru alami pertumbuhan signifikan meskipun pada bulan-bulan sebelumnya sempat menghadapi tekanan imbas Covid-19," kata Yukki dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id pada Rabu (30/12).

Imbas Covid-19 juga tak terkecuali telah memengaruhi perilaku industri logistik dimana backward and forward linkage sektor logistik kepada industri sangat kuat.

Baca Juga: BI: Likuiditas perekonomian turun tipis pada November 2020

Dari hal itu, Yukki menjelaskan jika ada penurunan atau kenaikan aktivitas industri, maka aktivitas logistik akan mengalami penurunan atau kenaikan yang lebih besar.

Pada pertengahan Oktober 2020, telah ditandatangani Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) oleh 15 negara yang terdiri dari 10 negara Asean ditambah Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.

Lanjut Yukki, RCEP juga menyampaikan ukuran-ukuran ekonomi dari fakta ke 15 negara tersebut, antara lain merepresentasikan 29,6% populasi dunia, 27,4% perdagangan dunia dan 30,2% PDB dunia serta 29,8% FDI dunia.

"Hal tersebut menunjukkan market size yang sangat besar, termasuk oppurtunity yang juga besar, sehingga isue-isue mengenai daya saing menjadi keniscayaan," imbuhnya.

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dan dilema bagi rupiah

Sementara itu, memasuki kuartal terakhir di tahun 2020, pebisnis logistik dan stakeholders dikejutkan dengan persoalan international shipment yang dipicu masalah kelangkaan peti kemas atau kontainer.

Padahal selama ini, international shipment sangat dipengaruhi oleh perdagangan dari dan ke USA. Sementara disisi lain, angkutan intra Asia dianggap kurang menguntungkan atau shallow margin sehingga secara urutan daya tarik angkutan adalah menuju USA, Eropa, baru kemudian Intra Asia.

Hal lain tak kalah penting Yukki mengungkap, kelangkaan peti kemas juga dialami sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan salah satunya akibat faktor menurunnya perdagangan global termasuk aktivitas ekspor USA, yang mengakibatkan industri shipping global merasionalisasi biaya dengan melakukan pending shipment/omission.

"Persoalan tersebut semakin rumit, tatkala importasi oleh USA yang tidak diimbangi dengan kegiatan ekspornya, sehingga mengakibatkan peti kemas eks-impor tertahan di negara itu dan terjadi kelangkaan peti kemas secara global, termasuk di Indonesia," ungkap Yukki.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×