kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alarm kenaikan biaya utang bagi swasta


Sabtu, 18 Maret 2017 / 11:35 WIB
Alarm kenaikan biaya utang bagi swasta


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve dikhawatirkan bakal menaikkan biaya utang (cost of borrowing). Ini akan semakin menekan swasta menarik utang luar negeri (ULN).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bilang dampak kenaikan bunga The Fed akan terasa hingga tiga tahun ke depan, khususnya ke bunga pinjaman dalam dollar AS. Untuk itu Agus mewanti-wanti agar masyarakat dan korporasi bersiap.

Apalagi setelah bulan ini The Fed memutuskan menaikkan suku bunga 25 basis poin, BI memproyeksikan masih ada kenaikan suku bunga dua kali lagi hingga akhir tahun ini.

Namun Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara yakin, meski cost of borrowing meningkat, korporasi sudah mempersiapkan diri dengan melakukan hedging. Apalagi BI telah mewajibkan korporasi mengimplementasikan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK) sepenuhnya.

Berdasarkan laporan ULN Indonesia per Januari 2017 yang dirilis BI pada Jumat (17/3) kemarin, ULN Indonesia tercatat sebesar US$ 320,3 miliar, tumbuh 3,4% year on year (yoy). Utang publik tercatat US$ 161,2 miliar atau tumbuh 12,4% (yoy).

Sementara ULN swasta pada Januari 2017 tercatat US$ 159 miliar, kembali turun 4,3% (YoY). Penurunan ULN swasta telah terjadi sejak tahun 2015, terutama di sektor komoditas. Itu sejalan dengan turunnya harga sejumlah komoditas.

Menurut Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih, potensi kenaikan cost of borrowing menjadi disinsentif bagi korporasi menarik pinjaman luar negeri. Walau ada potensi pertumbuhan ekonomi domestik membaik tahun ini karena masih kuatnya permintaan rumah tangga, itu tak serta merta membuat perusahaan merealisasikan ekspansi bisnisnya. "(Permintaan) direspon perusahaan dengan inventori, bukan ekspansi baru," kata Lana, Jumat (17/3).

Lana mencatat, utang korporasi yang tidak dicairkan sampai saat ini mencapai 30%. Artinya pelaku usaha masih mengurangi pinjaman dari perbankan. Walau korporasi bisa melakukan hedging ULN, namun biaya hedging dengan kenaikan suku bunga The Fed juga berpotensi menjadi lebih mahal.

Namun hedging mau tidak mau akan tetap dilakukan perusahaan. Sebab, biaya ULN yang tidak hedging juga akan lebih mahal.

Ia memperkirakan, ULN swasta ke depan masih akan tertahan karena faktor meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, dollar AS berpotensi menguat, dan masih adanya rencana kenaikan suku bunga The Fed hingga akhir tahun. "Sampai enam bulan ke depan masih tertahan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×