Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ahli struktur beton dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Mudji Irmawan mengatakan, penggunaan ketentuan pasal 26 SNI 2847:2019 yang digunakan dalam menganalisis mutu beton Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated atau Tol MBZ tidak tepat.
Dalam keterangannyadi Pengadilan Negeri Tipikor, Mudji juga menyebutkan, pengambilan 75 sampel dengan cara core drill tidak bisa mewakili total keseluruhan bentangan jalan tol sepanjang 38 km tersebut.
Menurut Mudji, jalan tol MBZ merupakan proyek yang tak main-main dan selayaknya harus mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan. Bila ada pihak yang mengambil sampel tidak sesuai standar SNI hal ini harus menjadi perhatian karena akan mempengaruhi hasil yang ada.
"Ketentuan pada SNI 2847:2019 pasal 26 tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu material beton pada struktur jembatan yang sudah terbangun. Untuk struktur yang sudah terbangun (eksisting) harusnya menggunakan pasal 27," kata Mudji saat dihadirkan dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi Tol MBZ yang digelar Selasa (11/6).
Menurut Mudji, pengambilan sampel benda uji beton untuk kontrol kualitas beton dapat dibagi dua, yaitu pada saat sebelum dilakukan pengecoran dan sesudah beroperasi satu tahun. Uji kualitas beton sebelum pengecoran dilakukan dengan membuat benda uji saat sebelum pengecoran. Sementara uji kualitas beton setelah beroperasi satu tahun dengan cara mengambil benda uji core drill pada lokasi yang dicurigai mempunyai mutu beton lebih kecil dari mutu beton yang ditentukan.
Mudji menjelaskan, investigasi pada struktur dapat dilakukan dengan pengambilan benda uji beton melalui cara core drill mengikuti apa yang dipersyaratkan oleh SNI 2492-2018 atau ASTM C42-C42M. Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 27, jumlah uji beton inti tergantung dari ukuran struktur dan sensitivitas keamanan struktural terhadap kekuatan beton serta tergantung pada keseragaman material dalam struktur.
"Karena itu, pengambilan 75 sampel dengan cara core drill tidak bisa mewakili total keseluruhan bentangan jalan tol sepanjang 38 km," tegas Mudji.
Saat hakim bertanya terkait penebalan beton pada jalan Tol MBZ sebelum dilakukan uji beban atau loading test untuk memperoleh sertifikat uji laik fungsi jalan, Mudji menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Menurut Mudji, penebalan di beberapa lokasi tersebut dilakukan untuk menyamakan seluruh jalan yang akan diuji.
"Sebelum loading test sangat wajar untuk dilakukan pemeriksaan untuk mengecek apa-apa saja yang kurang, sehingga dimungkinkan untuk perbaikan," jelasnya.
Hakim juga sempat menyinggung adanya perubahan pada basic design Tol MBZ yang awalnya menggunakan struktur beton menjadi baja. Menurut Mudji, perubahan struktur dari beton menjadi baja merupakan sesuatu yang wajar karena panjang bentangan Tol MBZ.
Mudji mengatakan, basic design struktur Tol MBZ bisa menggunakan beton maupun baja sepanjang sesuai target kekuatan yang direncanakan. Sebagai ahli, Mudji menilai, tidak ada kerusakan yang terjadi di Tol MBZ dengan adanya perubahan struktur dari beton ke baja. "Sudah dilakukan pengujian dan membuat kita yakin, jalan tol layang Jakarta-Cikampek mempunyai kekuatan beban yang sudah sesuai dengan target kekuatan," kata Mudji.
Dalam sidang sebelumnya, terungkap bahwa eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (PT JJC) Djoko Dwijono pernah menolak klaim senilai Rp 1,4 triliun dari KSO Waskita-Acset selaku kontraktor proyek tol Japek II.
“Klaim itu tidak disetujui oleh PT JJC karena tidak dijumpai adanya instruksi dari pemilik proyek (PT JJC) atau persetujuan proposal oleh PT JJC terkait klaim pekerjaan tersebut,” ungkap Sugiharto yang menjabat sebagai Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2019 sampai dengan Maret 2021 dan Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2021 sampai dengan 17 Desember 2021, pada sidang Selasa (14/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News