kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.610   15,00   0,09%
  • IDX 8.238   149,11   1,84%
  • KOMPAS100 1.145   25,73   2,30%
  • LQ45 820   23,58   2,96%
  • ISSI 290   4,46   1,56%
  • IDX30 429   13,21   3,18%
  • IDXHIDIV20 487   16,89   3,59%
  • IDX80 127   2,85   2,30%
  • IDXV30 135   1,26   0,95%
  • IDXQ30 136   4,84   3,69%

Agar Tidak Terjadi Shock Fiskal, Pemangkasan Anggaran Daerah Kudu Hati-Hati


Selasa, 21 Oktober 2025 / 13:33 WIB
Agar Tidak Terjadi Shock Fiskal, Pemangkasan Anggaran Daerah Kudu Hati-Hati
ILUSTRASI. Kebijakan pemangkasan anggaran daerah berisiko memukul daerah yang masih sangat bergantung pada dana pusat. Terutama yang memiliki kemampuan fiskal lemah.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah diminta berhati-hati dalam merencanakan pemangkasan dana transfer ke daerah.

Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kun Haribowo mengatakan, kebijakan pemangkasan anggaran daerah berisiko memukul daerah yang masih sangat bergantung pada dana pusat. Terutama yang memiliki kemampuan fiskal lemah.

Peringatan ini disampaikan menyusul pertemuan antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan sejumlah gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).

Dalam pertemuan itu, para kepala daerah mengeluhkan pemotongan dana transfer yang dinilai memberatkan dan berpotensi menghambat pembangunan daerah.

"Kondisi ini memperlihatkan akar persoalan klasik dalam pembangunan daerah, yakni ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap pusat, disertai dengan kualitas belanja daerah yang belum efisien dan belum berorientasi hasil," ujar Kun dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).

Baca Juga: Ada Temuan Korupsi di Daerah, Menkeu Syaratkan Perbaikan Tata Kelola Sebelum TKD Naik

Kun menjelaskan, sebagian besar anggaran daerah masih terserap pada belanja rutin dan birokrasi, bukan pada sektor yang memberi nilai tambah langsung bagi masyarakat.

Realisasi belanja modal pun sering kali rendah di awal tahun anggaran dan dikebut di akhir tahun, menyebabkan kualitas infrastruktur rendah.

Selain itu, ia menyoroti masih besarnya dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan, terutama di Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Menurut Kun, hal tersebut menjadi ironis ketika pemerintah pusat kesulitan dalam memenuhi penerimaan APBN, di sisi lain, pemerintah daerah mempunyai simpanan di perbankan.

"Kondisi ini juga menandakan lemahnya penyerapan dan perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah, artinya aliran dana publik belum sepenuhnya menetes ke masyarakat bawah," katanya.

Kun menambahkan, studi tim TEPRA (tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran) yang dihentikan pada waktu Menteri Sri Mulyani masih relevan bahwa bahwa sumber pendapatan terbesar daerah sampai saat ini masih bergantung pada dana perimbangan dari pusat, walau otonomi daerah sudah berjalan 25 tahun.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan akan menghitung kemampuan APBN dalam menentukan kebijakan pemotongan dana transfer ke daerah. Walaupun masih berupa rencana, namun rencana pemotongan ini perlu kehati-hatian dengan melakukan analisis terlebih dahulu terhadap kapasitas fiskal daerah.

"Artinya sebelum mengurangi transfer, harus jelas mana daerah yang sangat bergantung, mana yang memiliki PAD cukup, agar pemangkasan tidak memukul daerah yang rentan secara fiskal," kata Kun.

Baca Juga: Pemda Protes Anggaran TKD Dipotong, Istana Sebut untuk Kepentingan Masyarakat

Pemberlakuan masa transisi atau penyesuaian, di mana pemangkasan harus dilakukan dengan skema yang memungkinkan daerah menyesuaikan agar tidak terjadi shock fiskal terhadap daerah.

Sebagai contoh, kata Kun, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) belum banyak mengalami perubahan sejak kewenangan dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota.

"Perlunya piloting kebijakan sebelum kebijakan baru diberlakukan secara menyeluruh untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan kebijakan tersebut," ujarnya.

Kun juga mengusulkan agar pemerintah menghidupkan kembali Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) yang dulu beranggotakan lintas kementerian, termasuk Kementerian Keuangan, Kemendagri, Bappenas, Kejaksaan Agung, LKPP, dan Kantor Staf Presiden.

Tim ini, menurutnya, efektif sebagai forum koordinasi dan evaluasi penyerapan anggaran.

Selanjutnya: Saham GTS International (GTSI) Melejit, Cermati Rekomendasinya

Menarik Dibaca: Promo Indomaret Harga Spesial 21 Oktober-3 November 2025, Sunlight Botol Diskon 25%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×