kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.367.000   7.000   0,30%
  • USD/IDR 16.731   21,00   0,13%
  • IDX 8.389   22,05   0,26%
  • KOMPAS100 1.163   3,35   0,29%
  • LQ45 847   4,23   0,50%
  • ISSI 292   0,76   0,26%
  • IDX30 446   3,97   0,90%
  • IDXHIDIV20 513   3,54   0,69%
  • IDX80 131   0,41   0,31%
  • IDXV30 138   0,55   0,40%
  • IDXQ30 141   0,94   0,67%

Bappenas Sebut Kemandirian Fiskal di Daerah Masih Rendah, Ini Sebabnya


Selasa, 02 September 2025 / 13:54 WIB
Bappenas Sebut Kemandirian Fiskal di Daerah Masih Rendah, Ini Sebabnya
ILUSTRASI. Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyoroti terkait pemerintahan daerah (pemda) yang masih menghadapi tantangan ketergantungan terhadap transfer ke daerah (TKD), rendahnya kemandirian fiskal, serta belanja daerah yang masih didominasi belanja rutin.

Menteri PPN atau Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menyampaikan untuk menghadapi tantangan tersebut maka diperlukan tindak lanjut penataan keuangan daerah yang lebih baik.

“Yaitu melalui optimalisasi pajak daerah dan retribusi daerah, peningkatan kualitas belanja daerah, serta perluasan sumber pengembangan inovasi pendanaan alternatif di daerah yang tidak memberatkan masyarakat di daerah,” tutur Rachmat dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI, Selasa (2/9/2025).

Baca Juga: Banyak Daerah Belum Mandiri Secara Fiskal, Didorong Cari Alternatif Pendanaan Lain

Rachmat mencatat, rata-rata proporsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah periode 2020-2024 hanya 16%. Sedangkan rata-rata proporsi pendapatan transfer ke daerah (TKD) terhadap total pendapatan daerah dalam periode yang sama mencapai 83%.

Selain itu, belanja daerah masih didominasi belanja rutin, yakni rata-rata proporsi belanja operasional terhadap total belanja daerah mencapai 68% pada 2020-2024.

Dalam catatannya, meski tipis tren PAD sebenarnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, terdapat dugaan kebocoran dalam penerimaan PAD.

Misalnya saja terdapat kebocoran pajak reklame di Kabupaten Bekasi, sehingga potensi penerimaan daerah diperkirakan holing Rp 100 miliar. Dalam tiga tahun terakhir, potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp 74,4 miliar hingga Rp 104,4 miliar.

Baca Juga: Anggaran Transfer ke Daerah 2026 Susut, Wamenkeu Tepis Isu Resentralisasi Fiskal

Selain itu, terdapat juga kebocoran pajak hotel kota Medan senilai Rp 1,4 miliar akibat kelalaian pegawai dan petugas pajak Dispenda.

Dua dari lima hotel yang tercatat dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hingga semester II Laporan Keuangan atas Penerimaan Daerah tahun 2020 mengakui sebagai penunggak pajak hotel.

Melihat kondisi tersebut, Rachmat mendorong agar pemda salah satunya bisa mencegah adanya kebocoran dalam sistem pembayaran PDRD melalui digitalisasi dan pengawasan seperti QRIS.

Selain itu, melakukan utilisasi aset daerah, penguatan peran BUMD, peningkatan investasi daerah, dan pemerataan potensi dan keuangan daerah.

Baca Juga: Tantangan Fiskal Indonesia, Utang Tinggi Ancam Program Prioritas Pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×