Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Jenis surat tanah yang tidak berlaku mulai 2026 perlu diketahui masyarakat agar tidak keliru memahami status kepemilikan lahan yang selama ini masih berbasis dokumen adat. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Dalam aturan itu ditegaskan bahwa alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki perorangan wajib didaftarkan paling lama lima tahun sejak PP tersebut berlaku.
Dengan demikian, terhitung sejak 2 Februari 2026, berbagai dokumen tanah adat yang belum didaftarkan tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan.
Lantas, apa saja jenis surat tanah yang tidak diakui lagi mulai 2026?
Daftar Surat Tanah yang Tidak Berlaku Mulai 2026
Kepala Subbagian Pemberitaan dan Publikasi Kementerian ATR/BPN, Arie Satya Dwipraja, menegaskan bahwa surat tanah adat selain sertifikat bukan merupakan bukti kepemilikan.
“Surat atau dokumen adat selain sertifikat bukan bukti kepemilikan tanah,” ujarnya, Jumat (12/12/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ia menjelaskan, dokumen-dokumen tersebut hanya dapat digunakan sebagai petunjuk lokasi saat proses pendaftaran tanah, bukan sebagai alas hak.
Baca Juga: Industri Tekstil Ini Tercekik Tunggakan BPJS Hampir Rp 1 Miliar, Mengadu ke Purbaya
Adapun jenis surat tanah yang tidak berlaku mulai 2026, antara lain:
- Letter C
- Petok D
- Landrente
- Girik
- Kekitir
- Pipil
- Verponding
- Erfpacht
- Opstal
- Gebruik
Arie mengungkapkan, dokumen-dokumen tersebut pada dasarnya merupakan produk administrasi perpajakan pada masanya, bukan bukti kepemilikan. Selain itu, surat tanah adat juga dinilai rentan disalahgunakan dan berpotensi memicu konflik serta sengketa pertanahan.
Mulai 2026, dokumen-dokumen tersebut tidak lagi diakui sebagai alas hak. Alas hak kepemilikan tanah yang sah antara lain akta jual beli, akta waris, dan akta lelang.
Disarankan Diubah Menjadi SHM
Kementerian ATR/BPN mengimbau masyarakat agar segera mengonversi dokumen tanah adat menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). SHM merupakan bukti kepemilikan tanah yang sah sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
“Sekarang proses pengurusan sertifikat sudah jauh lebih mudah. Bahkan beberapa kantor pertanahan membuka layanan di akhir pekan,” kata Arie.
Tonton: DKI Distribusikan 1,4 Ton Cabai Berkualitas Asal Aceh, Dijual di Bawah Harga Pasaran
Pemerintah juga menjalankan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk membantu masyarakat mendaftarkan tanahnya pertama kali. Menurut Arie, masyarakat dapat mengurus sertifikasi tanah secara mandiri tanpa harus menggunakan jasa kuasa hukum.













