kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ada PP pasca-amnesti, ini keinginan pengusaha


Rabu, 20 September 2017 / 20:35 WIB
Ada PP pasca-amnesti, ini keinginan pengusaha


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan. Aturan ini adalah turunan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.

Dalam naskah peraturan itu, bagi wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak, PP ini berlaku atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap, termasuk bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan dan/atau repatriasi harta.

Sementara bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, PP ini menyasar harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, terkait PP ini pihaknya memiliki masukan agar pemerintah memberi kepastian soal penghitungan nilai harta bersih yang diatur pada Pasal 5 ayat 2 dalam PP tersebut.

Sebelumnya, dalam amnesti pajak, nilai harta bersih dihitung berdasarkan penghitungan wajib pajaknya sendiri atau self assessment. Sedangkan menurut PP ini, nilai harta bersih dihitung berdasarkan temuan atau hasil pemeriksaan oleh fiskus.

“Memang itu salah satu yang dikhawatirkan sebagai ajang perdebatan atau bisa menimbulkan kemungkinan persekongkolan, karena waktu amnesti pajak self assessment tetapi pada PP 36 kan ditentukan pajak, ini perbedaan harus dijembatani, jangan ada ruang untuk persekongkolan, harus ada kepastian,” kata Rosan di Jakarta, Rabu (20/9).

Oleh karena itu, Rosan ingin agar ada penjabaran lebih jelas lagi terkait PP ini, terutama pada Pasal 5 ayat 2 tersebut, “Kami ingin ini diidentifikasi secara jelas dasarnya apa walau disampaikan bahwa dasar fiskus untuk harta tanah dan bangunan adalah NJOP dan kendaraan adalah NJKP. Kami lihat ini ada potensi dispute,” ujar dia.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×