kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada hasil penyelidikan FAA, keluarga korban Sriwijaya Air menggugat Boeing


Kamis, 20 Mei 2021 / 21:26 WIB
Ada hasil penyelidikan FAA, keluarga korban Sriwijaya Air menggugat Boeing
ILUSTRASI. Cockpit Voice Recorder (CVR) Sriwijaya Air PK-CLC nomor penerbangan SJ-182 diperlihatkan di Dermaga JICT, Jakarta, Rabu (31/3/2021). CVR dari pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keluarga korban pesawat Sriwijaya Air menggugat Boeing. Hal ini setelah mendapatkan kabar kalau Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan airworthiness notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400 dan juga 500 Series yang menyatakan pesawat tersebut dalam kondisi tidak aman.

Peringatan dari FAA ini, berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 182 beberapa waktu lalu.
Hermann Law Group sebuah firma asal Amerika Serikat melayangkan gugatan kepada produsen pesawat Boeing atas nama 16 keluarga korban yang tewas saat pesawat Sriwijaya Air jatuh di Laut Jawa.

Salah satu pengacara Hermann Law Group Mark Lindquist mengatakan, ada dua hal menjadi sorotan pihaknya terkait kecelakaan pesawat Sriwijaya Air yang menggunakan pesawat Boeing.
"Pertama Boeing yang menjadi produsen pesawat, memiliki kewajiban berkelanjutan dan menginstruksikan penerbangan tentan bahaya yang diketahui," kata Mark dalam keterangan pers, Kamis (20/5).

Boeing sudah gagal memberikan instruksi kepada maskapai yang menggunakan pesawat mereka karena ada kondisi tidak aman yang terkait komputer auto throttle pada pesawat Boeing.
"Kedua terkait keamanan bagi dunia penerbangan, FAA pada tahun 2000 telah memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat selama lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lain," ujar Mark.

Mark mengungkapkan, Boeing sebetulnya mengetahui hal tersebut tetapi telah gagal menginstruksikan kepada para maskapai terkait hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×