Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada empat Rancangan Undang-Undang perpajakan yang belum diselesaikan maupun dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepanjang periode 2014-2019.
Pertama, Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan, pemerintah telah menyerahkan draf RUU KUP kepada parlemen sejak lama.
Baca Juga: Konsumsi dapat sokong pertumbuhan ekonomi, Pemerintah; PTKP sudah mentok
Proses selanjutnya, Kemenkeu hanya dapat menunggu panggilan dari DPR untuk duduk bersama melakukan pembahasan atas RUU tersebut di periode mendatang.
Dalam draf RUU KUP tersebut, terdapat poin pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kemenkeu. Poin ini menuai pro dan kontra, terutama dari kalangan pengusaha yang tidak menghendaki Ditjen Pajak diubah menjadi lembaga independen dengan tajuk Badan Penerimaan Perpajakan (BPP) seperti yang diusulkan.
Kedua, RUU Pajak Penghasilan (PPh). Kemenkeu menyampaikan akan menurunkan tarif PPh Badan dari sebelumnya 25% secara bertahap menjadi 20% . Namun selain itu, pemerintah juga disebut akan menambah objek pungutan PPh baru.
Ketiga, RUU Pajak Penambahan Nilai (PPN). Dalam pembahasannya, pemerintah berencana akan membahas tarif PPN serta pajak penjualan atas barang mewah.
Baca Juga: Konsep Omnibus Law perlu diimbangi dengan sinergi administrasi di tiap K/L
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan, baik RUU PPh maupun RUU PPN masih dibahas oleh internal Kemenkeu dan belum disampaikan ke DPR. Suryo bilang dipastikan pemerintah secepatnya memberikan draf kedua RUU tersebut kepada legislatif.
“Kami terus proses secara administrasi ada harmonisasi menyesuaikan aturan dengan kebutuhan, kalau sudah selesai kami kirim ke DPR,” kata Suryo kepada Kontan.co.id, Selasa(1/10).
Keempat, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. RUU yang berkonsep atau sering disebut omnibus law tersebut akan mengganti 72 Undang-Undang lama terkait perizinan dan perpajakan yang dirangkum menjadi satu ketentuan perundangan.
Salah satu poin pembahasan omnibus law adalah skema penerapan PPh dari worldwide system menjadi territorial system. Suryo bilang pemerintah masih membahas ketentuan mana yang lebih tepat dilaksanakan di Indonesia.
Baca Juga: Tebar Insentif Pajak demi Daya Saing dan Investasi
Dia tidak menutup kemungkinan, omlibus law tidak murni menggunakan territorial system melainkan mengusung skema hybride system. “Bisa ke arah sana, akan ditentukan tergantung dari kebutuhan,” ungkap Suryo.
Di sisi lain, substansi penurunan PPh badan juga masuk dalam isi omnibus law. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah akan memastikan penurunan PPh Badan guna menstimulus dunia usaha.
Suryo mengatakan omnibus law akan segera dikejar, saat ini pemerintah telah memproses secara administrasi, menyesuaikan substansi perpajakan dengan kebutuhan saat ini.
Baca Juga: Menunggu RUU Reformasi Perpajakan rampung, pengusaha desak pemerintah terbitkan PMK
Dia menegaskan untuk omnibus law dan RUU KUP akan diajakuan sebagai program legislasi nasional atau Prolegnas pada akhir tahun ini.
“RUU KUP sudah di DPR, sementara omnibus law, RUU PPN, dan RUU PPh sudah dikerjaain yang pasti proses penyusunan Undang-Undang kami tetap jalankan, tinggal diajukan ke DPR baru nanti,” Ujar Suryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News