Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan putusan ontslag van alle recht vervolging alias bebas.
Ketiganya adalah Djuyamto alias DJU (hakim PN Jakarta Selatan), Agam Syarif Baharuddin alias ASB (hakim aktif di PN Jakarta Pusat), dan Ali Muhtarom AM (hakim adhoc).
Baca Juga: Geledah Tiga Lokasi, Kejagung Temukan Uang Dolar dan Kendaraan Mewah dari Para Hakim
Penetapan ketiga hakim sebagai tersangka dilakukan pada Minggu (13/4/2025) malam pukul 23.30 WIB, setelah penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa tujuh orang saksi, termasuk hakim dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam skema dugaan suap.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar saat konfrensi pers pada Senin (14/4) dinihari, menjelaskan bahwa pengusutan ini merupakan bagian dari pengembangan kasus besar korupsi CPO yang menyeret tiga korporasi besar — Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Ketiga perusahaan ini sebelumnya divonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) oleh majelis hakim pada Maret 2025, meski perbuatan korupsi mereka dinyatakan terbukti.
Modus Suap Dibagi Tiga
Dalam hasil pemeriksaan, ditemukan adanya skenario suap yang melibatkan pengacara berinisial Ariyanto Bakrie (AB) yang sebelumnya disebut AR, panitera muda Wahyu Gunawan (WG), serta Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN).
Baca Juga: Kejagung Sita Uang & 4 Mobil di Dugaan Suap di Putusan Izin Ekspor CPO, Ada Ferarri
AB diduga sepakat untuk menyuap hakim agar perkara korporasi minyak goreng diputus lepas. MAN menyetujui kesepakatan tersebut dengan meminta imbalan sebesar Rp60 miliar — yakni Rp20 miliar untuk masing-masing hakim.
Setelah menerima uang dari AB, WG menyerahkan seluruhnya kepada MAN. Sebagai balasan, WG diberi imbalan sebesar USD 50.000 oleh MAN.
MAN kemudian menunjuk ketiga hakim sebagai majelis perkara: DJU sebagai ketua, AM sebagai hakim adhoc, dan ASB sebagai anggota.
MAN disebut memberikan uang setara Rp4,5 miliar kepada DJU dan ASB sebagai "uang membaca berkas", lalu kembali menyerahkan uang sebesar Rp18 miliar dalam bentuk dolar pada September–Oktober 2024.
Uang ini dibagikan kepada ketiganya di sebuah bank di Jakarta Selatan:
- DJU menerima setara Rp6 miliar
- AM menerima setara Rp5 miliar
- ASB menerima setara Rp4,5 miliar
Setelah menerima suap, ketiganya kemudian memutus perkara secara lepas.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan 4 Tersangka Dugaan Suap di Putusan Lepas Kasus Izin Ekspor CPO
Barang Bukti
Dalam upaya penggeledahan yang dilakukan sejak Sabtu (12/4), penyidik menyita sejumlah barang bukti mengejutkan, antara lain:
- Uang tunai dari WG senilai SGD 43.400, USD 6.300, dan Rp21,9 juta
- Uang tunai dari rumah pengacara AR alias AB sebesar Rp136,95 juta
- Uang asing dari tas milik MAN: 65 lembar SGD 1.000 dan 72 lembar USD 100
- Mobil mewah: Ferrari Spider, Nissan GT-R, dan Mercedes-Benz milik AB
- Tiga mobil (Toyota Land Cruiser, dua Land Rover), 21 motor gede, dan tujuh sepeda milik AB
- Uang tunai USD 360.000 dari saksi AM
- Uang tunai SGD 4.700 dari tersangka MS
- Uang tunai Rp616.230 dari rumah ASB
Dengan penetapan ini, Kejagung menegaskan komitmennya untuk membongkar praktik mafia peradilan dan menyeret semua pihak yang terlibat dalam skandal suap perkara CPO di PN Jakarta Pusat.
Selanjutnya: Laba bersih Itama Ranoraya (IRRA) Naik Signifikan Jadi Rp 53,26 Miliar pada 2024
Menarik Dibaca: 5 Fakta Unik Emas yang Sedang Banyak Dicari Saat Ini, Ada Manfaatnya Loh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News