Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI), ekonom juga memperkirakan neraca perdagangan Juni 2017 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (17/7) besok, akan mencatat surplus. Meski demikian, surplus yang diperkirakan ekonom tak sebesar perkiraan bank sentral, yaitu US$ 1,4 miliar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, laju ekspor Indonesia pada bulan lalu diperkirakan turun 9,32% year on year (YoY). Tak hanya itu, laju impor juga diperkirakan turun 8,65% YoY setelah mencatat pertumbuhan dua digit si bulan sebelumnya. Sehingga surplus neraca dagang Juni diperkirakan mencapai US$ 716 juta.
Josua mengatakan, kinerja ekspor itu dipengaruhi oleh faktor musiman Idul Fitri serta libur panjang lebaran yang menyebabkan aktivitas perdagangan turun signifikan. Di sisi lain, volume ekspor juga turun karena melambatnya aktivitas manufaktur pada beberapa mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat, Jepang, India, dan Singapura.
"Secara pricewise, harga beberapa komoditas ekspor cenderung melambat pada bulan Juni yang lalu antara lain CPO dan karet alam," kata Josua kepada KONTAN, Jumat (14/7) lalu.
Sementara, perlambatan kinerja impor disebabkan oleh aktivitas manufaktur domestik yang melambat diindikasikan oleh penurunan volume produksi karena faktor musiman. Hal itu berdampak pada perlambatan impor bahan baku dan impor barang modal.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksi, surplus neraca peragangan Juni akan berada di kisaran US$ 600 juta-US$ 1 miliar.
Bhima bilang, peningkatan ekspor nonmigas terbatas akibat penurunan harga CPO secara internasional sebesar 2,14% dibandingkan posisi Mei. "Untuk sektor migas sejak April hingga Juni harga rata-rata minyak mentah jenis WTI turun 17,7%," kata dia.
Meski demikian, data impor China menunjukkan kenaikan 17% di bulan Juni. Tak hanya itu, pertumbuhan industri manufaktue juga naik. Menurutnya, jika impor China juga naik, terutama impor bahan baku, maka surplus neraca perdagangan Indonesia masih bisa mencapai US$ 1 miliar.
Sementara impor Juni diproyeksikan berada dikisaran US$ 13,4 miliar-US$ 14 miliar. Angka itu meningkat dibanding Mei akibat faktor musiman, yaitu tingginya permintaan Hari raya. Peningkatan impor terutama pada barang pangan dan sandang.
Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi memperkirakan kinerja ekspor dan impor Juni masing-masing turun 8,9% YoY dan 10,7% YoY. Sehingga surplus neraca dagang Juni bisa mencapai US$ 1 miliar.
Gundy mengatakan, besaran perdagangan Indonesia bulan lalu kemungkinan akan terdistorsi oleh liburan. Namun, data impor ke depan yang berpotensi meningkat dalam beberapa bulan ke depan menjadi menarik. Sebab, hasil survei ritel yang dilakukan oleh BI menunjukkan bahwa permintaan konsumsi sedikit melemah meski ada musim hari raya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News